Pernikahan Jawa Menurut Tinjauan Syar'i

>> Jumat, 31 Juli 2009

Menurut tinjauan syar'I pernikahan dengan adat jawa memiliki banyak penyimpangan terutama menurut tinjauan aqidah. Di antara adalah:
1. Pengharusan adanya atribut-atribut semacam (janur, kembang mayang, sepasang pohon pisang, dll)
Pada dasarnya menggunakan janur, kembar mayang, sepasang pohon pisang, dan yang lainnya tidaklah mengapa dalam islam. Sebab hukum asal hiasan seperti itu adalah mubah. Kecuali ada dalil yang menunjukkan atas keharamannya atau kehalalannya. Hal ini sesuai dengan kaidah yang mengatakan:
الأَصْلُ فِيْ اْلأَشْيَاءِ اْلإِبَاحَةُ
"Hukum asal segala sesuatu adalah boleh"
Kaidah ini mengikuti keumuman firman Allah dalam surat al A'rof ayat 32: "Katakanlah: Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah dikeluarkan-Nya untuk hamba-hamba-Nya'" Dalam ayat tersebut Allah mengingkari terhadap orang-orang yang mengharamkan perhiasan, padahal tidak ada keterangan tentang itu dari Allah
Dengan niat, perbuatan seseorang dapat ditentukan statusnya, apakah bernilai ibadah atau tidak. Bahkan, niatlah yang menentukan ada dan tidaknya pahala dari apa yang dilakukan. Sehingga dari sini kita bisa ketahui bahwa atribut semisal, janur kuning, kembar mayang, dan sepasang pohon pisang dalam sebuah acara perkawinan akan menjadikan seseorang jatuh ke dalam kesyirikkan jika diniatkan untuk suatu tujuan tertentu yang tidak dibenarkan. Namun jika hal itu tidak diniatkan untuk sesuatu apapun atau diniatkan sebagai hiasan semata maka ia akan kembali pada hukum asalnya yaitu boleh.
Namun yang menjadi pertanyaan adalah betulkah adanya janur kuning, kembar mayang, dan sepasang pohon pisang dalam sebuah acara perkawinan tersebut tidak ada unsur kesengajaan? Atau keberadaannya tersebut memang menjadi keharusan? Pada kenyataannya pemasangan atribut tersebut memiliki unsur kesengajaan dan merupakan keharusan. Maka hal tersebut bertentangan dengan ajaran Islam. Sebab ia telah berkeyakianan bahwa kemaslahan dan kemadhorotan itu terletak pada benda-benda tersebut. Dan bukan karena takdir Allah . Dan ini merupakan kesyirikan sebab menggantungkan sesuatu kepada selain Allah . Padahal tidak ada yang dapat mendatangkan manfaat dan madhorot kecuali Allah .
2. Amalan atau ritual yang dilakukan merupakan perkara bid'ah
Seperti menginjak telur ketika pernikahan. Hal ini tidak sesuai dengan sunnah. Maka barangsiapa yang melakukan amalan yang tidak ada sunnahnya akan tertolak, sebagaimana rasulullah  bersabda:
مَنْ أَحْدَثَ فِيْ أَمْرِناَ هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌُّ
"Barangsiapa yang mengada-ada dalam urusan agama kami sesuatu yang tidak kami perintahkan, maka akan tertolak" .
Acara semacam itu tidak pernah diajarkan oleh rasulullah  dan para sahabatnya. Padahal jika kita melihat, banyak di antara mereka yang memiliki istri lebih dari satu. Namun tidak pernah sampai riwayat bahwa rasulullah  dan para shahabatnya melakukan amalan seperti itu. Dalam hal ini cukuplah bagi kita untuk mengikuti sunnah dan tidak mengada-adakan sesuatu yang baru (bid'ah)
3. Menjadikan ritual siraman sebagai wahana untuk mensucikan diri
Alasan bahwa ritual siraman itu bisa menjadi wahana untuk mensucikan diri, jelas bertentangan dengan akidah islamiyah. Dalam islam, bukan dengan ritual siraman untuk mensucikan jasmani dan rohani. Tetapi dengan amalan ketaatan dan taubat nasuha. Seperti berwudhu, ibadah ini memiliki keutamaan menggugurkan dosa-dosa dan menjadi saran seseorang untuk mensucikan diri. Sebagaimana hadits nabi :
"Apabila seorang hamba mukmin berwudhu dan berkumur, maka berguguranlah dosa dari mulutnya. Jika ia melakukan istintsar (mengeluarkan air dari hidung), maka keluarlah dosa-dosanya dari hidungnya. Jika dia membasuh wajahnya, maka berguruanlah kesalahnnya dari wajahnya hingga dari ujung kedua matanya. Jika dia membasuh kedua tangannya, maka keluarlah dosa-dosa dari tangannya hingga keluar dari ujung kuku jarinya. Jika dia mengusap kepalanya, maka keluarlah dosa-dosa dari kepalanya hingga keluar dari kedua telinganya. Jika dia membasuh kedua kakinya, maka keluarlah dosa-dosa dari kedua kakinya, hingg akeluar dari kuku-kuku jari kakinya."
Keyakinan bahwa siraman dapat membersihkan segala dosa, agar terkabul hajatnya dan saran mendekatkan diri pada Allah merupakan suatu bentuk kesesatan yang nyata. Bagaimana mungkin kita bisa membersihkan diri dari segala dosa, dengan mengadopsi cara beribadahnya orang-orang musyrik penganut animisme dan dinamisme yang suka memuja jin penunggu tempat keramat?
4. Memberikan sesaji dan tumbal
Tumbal adalah sesuatu yang digunakan untuk menolak penyakit dan sebagainya, atau tolak bala. Sedangkan sesaji merupakan makanan atau bunga-bungaan dan sebagainya yang disajikan kepada orang (makhluk) halus dan semisalnya.
Tumbal, dalam prakteknya lebih khusus atau identik dengan sembelihan dank urban, sedangkan sesaji biasanya berbentuk makanan yang siap dihidangkan seperti: jenis-jenis bubur, buah, daging, atau ayam yang telah dimasak, dan dilengkapi dengan berbagai macam bunga serta terkadang uang logam.
Ini merupakan warisan budaya Hindu dan penganut animisme dinamisme yang biasa dilakukan untuk memuja para dewa, roh tertentu, atau penentu tempat, dan lain-lain yang dapat mendatangkan keberuntungan dan menolak kesialan.
Jadi inti tumbal dan sesaji adalah mempersembahkan sesuatu kepada makhluk halus (roh, jin, lelembut, penunggu, arwah leluhur, dll) dengan harapan agar yang diberi persembahan tersebut bisa memberikan manfaat atau menolak madharat.
Ritual seperti ini bertentangan dengan tauhid yang mengharuskan manusia menggantungkan hadirnya manfaat dan hilangnya madharat kepada Allah. Hal ini seperti yang dilakukan oleh orang-orang musyrik di masa jahiliyah, sebagaimana firman Allah:
"Kemudian mereka mengambil ilah-ilah selain daripada-Nya (untuk disembah), yang tuhan-tuhan itu tidak menciptakan apa pun, bahkan mereka sendiri diciptakan dan tidak kuasa untuk (menolak) sesuatu kemudaratan dari dirinya dan tidak (pula untuk mengambil) sesuatu kemanfaatan pun dan (juga) tidak kuasa mematikan, menghidupkan dan tidak (pula) membangkitkan." (Al Furqon: 3)
Dan orang-orang yang kamu seru (sembah) selain Allah tiada mempunyai apa-apa walaupun setipis kulit ari. Jika kamu menyeru mereka, mereka tiada mendengar seruanmu; dan kalau mereka mendengar, mereka tidak dapat memperkenankan permintaanmu. Dan di hari kiamat mereka akan mengingkari kemusyrikanmu dan tidak ada yang dapat memberikan keterangan kepadamu sebagai yang diberikan oleh Yang Maha Mengetahui." (Fathiir: 13-14)
Oleh karenanya Allah memerintahkan kepada rasulullah  untuk menyelisihi orang-orang musyrik yang beribadah dan menyembelih untuk selain Allah dengan firman-Nya: Katakanlah: "Sesungguhnya salat, ibadah, hidup dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam, tiada sekutu bagi-Nya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)". (Al An'aam: 162-163)
Maka menyembelih dan memberikan sesaji ataupun tumbal kepada selain Allah merupakan kesyirikan dan dapat menyebabkan seseorang masuk neraka, sekalipun itu hanya lalat. Rasulullah  pernah mengisahkan seseorang yang masuk neraka karena seekor lalat, dan masuk karena seekor lalat. Beliau bersabda: "Ada seseorang masuk surga karena seekor lalat, dan ada seseorang masuk neraka karena seekor lalat pula." Para shahabat bertanya, "bagaimana hal itu bisa terjadi wahar rasulullah?" beliau menjawab, "Ada dua orang berjalan melewati suatu kaum yang memiliki berhala. Tak seorang pun dapat melewati berhala itu sebelum mempersembahkan kepadanya suatu kurban. Ketika itu berkatalah mereka kepada salah seorang dari kedua orang tersebut, "Persembahkanlah korban untuknya." Dia menjawab, "Aku tidak mempunyai sesuatu yang dapat kupersembahkan untuknya." Mereka pun berkata kepadanya lagi, "Persembahkan meskipun seekor lalat." Lalu orang tersebut mempersembahkan seekor lalat dan mereka pun memperkenankan dia untuk meneruskan perjalanan, maka dia masuk neraka karenanya. Kemudian mereka berkata kepada yang lain, "Persembakan korban untuknya." Dia menjawab, "Tidak patut bagiku mempersembahkan sesuatu kepada selain Allah azza wa jalla." Kemudian mereka memenggal lehernya. Karenanya orang ini masuk surga." (H.R. Ahmad)
Di dalam hadits tersebut seseorang dapat masuk neraka karena dia mengorbankan seekor lalat untuk selain Allah . Lantas bagaimana apabila yang dikurbankan adalah kepala kerbau, kepala sapi, atau yang semisalnya yang secara dhohir memiliki nilai lebih daripada seekor lalat?? Bukankah ini merupakan kesyirikan yang nyata sebab dia menyimpangkan peribadatan yang harusnya diperuntukkan kepada Allah semata namun dia peruntukkan untuk selain Allah??

5. Menjadi ajang publikasi bagi kedua mempelai dan terjadinya ikhtilat antara wanita dan laki-laki tanpa adanya pembatas
Termasuk rangkaian acara pernikahan jawa adalah temu pengantin. Di sini pengantin menjadi pajangan dan tontonan bagi hadirin. Hal ini jelas bertentangan dengan perintah untuk menundukkan pandangan. Sebab tidak satu ayat atau satu hadits pun yang membolehkan seseorang melihat wanita yang bukan mahromnya juga sebaliknya. Dengan disandingkannya pasangan pengantin di hadapan tamu undangan jelas akan membuka kesempatan untuk saling melihat. Allah berfirman: "Katakanlah kepada wanita yang beriman: 'Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya'". (An-Nuur: 31)
Bahkan sering terjadi ikhtilat (campur) antara laki-laki dan perempuan. Tak jarang pula pamong tamu yang menyalami lawan jenis yang bukan mahromnya. Baik laki-laki menyalami perempuan ataupun perempuan menyalami laki-laki. Pahadal hal ini asngat dilarang oleh rasulullah  melalui sabdanya:
لَأَنْ يُطْعَنَ فِيْ رَأْسِ أَحَدِكُمْ بِمَخِيْطٍ مِنْ حَدِيْدٍ خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَنْ يَمَسَّ امْرَأَةً لاَ تَحِلُّ لَهُ (روا الطبراني)
"Sekiranya salah seorang di antara kamu ditusuk dengan jarum dari besi lebih baik baginya daripada dia menyentuh wanita yang tidak halal baginya." (H.R. Ath-Thabrani)
Bahkan dalam membaiat para shahabiahpun rasulullah  tidak pernah menyentuh tangan wanita dalam proses pembai'atan, beliau membaiat melalui sabdany, "Aku telah membaiatmu dengan itu (yakni ucapan)." (H.R. Bukhori)
Dalam riwayat lain rasulullah  mengatakan kepada mereka:
إِنِّيْ لاَ أُصَافِحُ النِّسَاءَ....
"Sesungguhnya aku tidak menyalami tangan wanita…" (H.R. Malik, Ahmad, Tirmidzi, An-Nasaa'I, dan Ibnu Majah)
6. Merias pengantin dengan berlebihan
Salah satu kemungkaran yang terjadi dalam acara tersebut adalah dihiasinya wajah kedua mempelai dengan sangat berlebihan. Bahkan di antara mereka ada yang dengan sengaja mencukur habis alis matanya dengan tujuan untuk mendapatkan alis yang lebih sempurna bentuknya. Atau, dianatara mereka juga ada yang tak segan-segan menyambung rambutnya agar kelihatan lebih cantik. Maka termasuklah mereka kedalam golongan orang-orang yang dimurkai oleh Allah yang merubah ciptaan Allah. Rasulullah  bersabda:
Dalam sebuah hadits disebutkan: dari Alqomah dari Ibnu Umar ia berkata:
لَعَنَ اللَّهُ الْوَاشِمَاتِ وَالْمُسْتَوْشِمَاتِ وَالنَّامِصَاتِ وَالْمُتَنَمِّصَاتِ وَالْمُتَفَلِّجَاتِ لِلْحُسْنِ الْمُغَيِّرَاتِ خَلْقَ اللَّهِ
"Allah melaknat wanita-wanita yang mentato dan yang meminta untuk dibuatkankan, wanita-wanita yang mencukur alisnya dan yang dicukurkan alisnya, serta wanita-wanita yang mengikir giginya agar kelihatan lebih cantik dengan mengubah ciptaan Allah …."
Dalam hadits yang lainnya juga disebutkan: Dari Aisyah xia berkata: "Ada seorang wanita anshor yang menikahkan putrinya, namun rambut putrinya tersebut berguguran karena suatu penyakit. Maka ia datang menemui Rasululah saw seraya berkata: "Wahai rasulullah , sesungguhnya calon suaminya mengharapkan dia, bolehkan aku menyambungkan rambut untuknya? Maka rasulullah saw berabda: "orang yang menyambung akan mendapatkan laknat Allah".
Pada masa sekarang mereka yang menyambung rambut dengan rambut palsu (wig) atau mengubah bentuk alis dan hidung bukan termasuk perbuatan yang tidak ada konsekwensi hukumnya. Padahal para ulama` telah menjelaskan bahwa semua itu termasuk ke dalam larangan Allah dan Rasulullah .
Kemungkaran ini akan lebih terlihat jelas lagi dengan mereka lakukan di salon-salon. Sebab tidak jarang para pengantin mempercayakan periasan wajahnya kepada tukang-tukang salon. Padahal tidak jarang di antara mereka yang bukan dari kaum wanita. Tapi banyak juga di antara juru rias tersebut adalah dari kalarangan kaum pria. Artinya, bertambahnya nilai kemaksiatan tersebut karena selain ia merubah bentuk yang telah Allah ciptakan, pekerjaan itu dilakukan oleh seorang laki-laki yang bukan mahromnya!! Dengan demikian -dan pasti- laki-laki tersebut akan sangat leluasa untuk melihat dan memegang seorang wanita yang bukan mahromnya. Dan ini jelas haram di dalam Islam.
7. Menggunakan pakaian yang tidak islami dan mengumbar aurot
Ketika acara pernikahan berlangsung sang mempelai wanita mengenakan pakaian adat jawa yang sarat dengan terbukanya aurot. Padahal wanita muslimah yang telah baligh wajib menutup aurotnya. Dan termasuk aurotnya adalah seluruh anggota badannya dan tidak menampakkankan sedikitpun perhiasannya, kecuali wajah dan dua telapak tangannya. Hal ini sebagaimana dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu Daud dari 'Aisyah x bahwa Asma' binti Abu Bakar x menemui Rasulullah  sedangkan ia memakai pakaian tipis. Maka, rasulullah  berpaling darinya dan berkata kepadanya, "Wahai Asma'! Sesungguhnya, jika seorang wanita itu telah mencapai masa haid, tidak baik jika ada bagian tubuhnya yang terlihat, kecuali ini." Kemudian beliau menunjuk wajah dan telapak tangannya. Allah Pemberi taufik dan tidak ada Rabb selain-Nya."
Juga firman Allah  dalam surat an-Nuur ayat 31 menegaskan kewajiban untuk menutup seluruh perhiasan, tidak memperlihatkan sedikitpun diantaranya kepada pria-pria ajnabi , kecuali perhiasan yang tampak tanpa kesengajaan dari mereka.
Selain itu pakaian islami haruslah memenuhi beberapa syarat berikut ini:
a. Meliputi seluruh badan, selain yang dikecualikan
b. Bukan berfungsi sebagai perhiasan
c. Tebal, tidak tipis
d. Longgar, tidak ketat
e. Tidak diberi parfum atau minyak wanig
f. Tidak menyerupakai pakaian laki-laki
g. Tidak menyerupai pakaian wanita-wanita kafir
h. Bukan pakaian untuk mencari popularitas
Perlu diketahui, sebagian dari syarat-syarat ini tidak khusus bagi wanita, tetapi juga bagi pria.

2 komentar:

Cah islam 28 Agustus 2017 pukul 04.34  

Saya seorang MC manten, dan saya juga sangat setuju dg uraian di atas , cuman saya tetap menerjemahkan hal hal spt adanya kembar Mayang dll namun kalimat saya selalu saya katakan kalo semua itu hanya hiasan atau perumpamaan dan benda tsb tidak bermanfaat apa2 selain hanya simbol : misal kembar Mayang hanya sbg perumpamaan bahwa hatinya Sdh kembar ato sama dan kalo tidak pake kembar matang pun juga tidak apa

Cah islam 28 Agustus 2017 pukul 04.42  

Dg saya sbg MC manten saya juga punya maksut setiap saya tampil akan saya terangkan bahwa semua itu hanya keindahan budaya dan tidak punya kekuatan apa2...hanya sbg simbol saja , apakah saya termasuk orang yang salah ya?

Arrahmah.Com - Technology

Arrahmah.Com - International

  © Blogger templates Palm by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP