Adat Jawa Ketika Prosesi Pernikahan

>> Jumat, 31 Juli 2009

Upacara tradisional ritual Jawa kaya dengan arti simbolis. Oleh karenanya bagi orang Jawa yang masih melestarikan tradisi dan ritual leluhurnya, hal itu merupakan perkara yang wajib dilaksanakan. Hal ini terbukti dengan eksistensinya di tengah masyarakat, walaupun upacara tersebut telah berumur ratusan tahun namun sampai kini masih terjaga nyaris utuh. Kemungkinan ada perubahan kecil dalam cara pelaksanaan upacara hanyalah untuk menyesuaikan dengan keadaan dan demi alasan praktis, tetapi makna dan tujuan tetaplah sama.
Pada saat ini banyak orang orang Jawa, terutama generasi mudanya, tidak atau kurang memahami perlambang yang tersirat dalam rangkaian upacara itu. Toh begitu, upacara-upacara ini masih berlangsung begitu hidup sampai saat ini. Bahkan dilaksanakan dengan penuh antusias oleh seluruh lapisan masyarakat.

Dalam hal ini mereka berkenyakinan bahwa ritual tradisional untuk menjaga atau mendapatkan keselamatan dan kehidupan yang baik untuk pribadi seseorang atau sekelompok orang seperti keluarga, penduduk desa, penduduk negeri dan sebagainya.
Tak terkecuali upacara pernikahan tradisional Jawa yang sarat dengan sesajen dan ritual yang seakan tidak masuk akal manusia. Itu semua dilakukan untuk menjaga keselamatan diri dan keluarga.
Di sini penulis membatasi acara ritual pernikahan adat jawa setelah lamaran dan penentuan hari pernikahan. Penulis juga membagi acara ritual pernikahan adat jawa menjadi dua; sebelum pernikahan dilaksanakan dan ketika acara dilaksanakan. Adapun acara sebelum pernikahan dilaksanakan meliputi:
A. Sebelum Prosesi Pernikahan
1. Pasang Tarub
Menurut Adjied dan Tessa kata tarub berasal dari kata benda yang menunjukkan pengertian tentang suatu "bangunan darurat" yang khusus didirikan di depan rumah atau di sekitar rumah orang yang mempunyai hajad menyelenggarakan perhelatan dengan tujuan rasional dan irrasionil. Rasionil yaitu membuat tambahan ruang untuk tempat duduk tamu, menata meja dan perlengkapan untuk resepsi perkawinan. Irrasionil karena pembuatan "Tarub" menurut adat harus disertai dengan macam-macam persyaratan khas yang disebut srana-srana/sesaji, maka yang demikian mempunyai tujuan "keselamatan lahir batin" dalam arti luas.
Pasang tarub agung adalah salah satu syarat yang biasa dipenuhi oleh orang jawa. Secara simbolis bahwa rumah yang dipasang tarub sedang mempunyai gawe besar dan sebagai tanda buat masyarakat luas. Sebelum pemasangan tarub, sesaji disiapkan, yang terdiri antara lain dari nasi tumpeng, berbagai macam buah-buahan, berbagai macam lauk-pauk , kue, minuman, bunga, daging kerbau, lentera, dan yang lainnya. Sesaji ini melambangkan sebuah permohonan supaya mendapatkan keberkahan dari gusti Allah yang maha Kuasa dan para leluhur dan sekaligus sebagai sarana untuk menolak makhluk-makhluk jahat. Sesaji ini ditempatkan dibeberapa tempat dimana prosesi upacara dilaksanakan seperti di kamar mandi, dapur, pintu depan, di bawah tarub, di jalan dekat rumah dan lain-lain.
Adapun srana tarub yang pokok yang disebut "Tuwuhan" terdiri dari sepasang pohon pisang raja yang berbuah yang maknanya agar mempelai kelak menjadi pimpinan keluarganya atau lingkungannya dan masyarakat dengan sebaik-baiknya. Seperti pohon pisang yang dapat tumbuh dan hidup dimanapun saja.
Acara pasang tarub merupakan permulaan upacara ritual adat jawa sebelum ijab kabul dilaksanakan. Selain sesajen di atas terdapat beberapa sesajen yang merupakan kelanjutan dari ritual pasang tarub.
2. Cengkir Gadhing Tebu Wulung
Cengkir gading maknanya kencenging pikir, kelapa muda kecil yang berwarna kuning melambangkan kencang kuatnya pikiran baik. Berbagai macam dedaunan segar seperti: beringin, mojokoro, alang-alang, dadap srep supaya pasangan tumbuh dengan kuat dalam kehidupan berkeluarga dan menjadi pengayom lingkungannya laiknya pohon beringin. Dan juga semuanya selamat dan sentosa lahir dan batin atau ojo ono sekoro alias alangan sawiji opo.
Sepasang tebu wulung (mantebing kalbu wujuding lelungan) tebu yang berwarna ungu kemerah-merahan melambangkan mantabnya kalbu, pasangan baru itu akan membina keluarga dengan sepenuh hati. Selain itu keduanya pun siap lahir batin untuk mengarungi kehidupan dunia dengan tekad dan niat luhur.
Di atas gapura terdapat sebuah perhiasan yang dinamakan bekletepe yang terbuat dari anyaman daun kelapa harus digantungkan dengan maksud untuk mengusir roh jahat dan sebagai tanda pesta perkawinan sedang dilaksanakan di rumah ini.
3. Among Tuwuh
Makna among tuwuh adalah sarana untuk mengemban sejarah keluarga. Among berarti mengemban dan tuwuh berarti tumbuh atau berkembang. Dengan adanya upacara pernikahan diharapkan akan lahir generasi atau keturunan yang dapat menurunkan perkembangan dinasti keluarga.
Slametan among tuwuh diselenggarakan oleh keluarga mempelai wanita. Sesuai dengan namanya, ritual ini bertujuan untuk memperoleh keselamatan. Terlebih-lebih hajatan besar seperti upacara pernikahan yang telah menguras tenaga dan pikiran, maka slametan mendapat perhatian utama.
4. Sesaji Jenang Abang Putih
Di dalam adat jawa terdapat upacara baik pada setiap lapisan masyarakat baik di golongan bangsawan atau rakyat biasa. Dan upacara ini berhubungan dengan daur hidup, yaitu upacara masa kehamilan, upacara kelahiran, dan masa bayi, upacara masa dewasa. Misalnya:
Sajen jenang abang putih, pengakuan bayi sebagai persatuan benih pria dan wanita. Sajen tumpeng, maknanya memuliakan arwah leluhur di "atas". Sajen buang-buangan, untuk menghormati makhluk halus. Sajen berupa telur yang dalam tingkeban dibanting, maknanya mengandung ramalan. Kalau pecah bayi perempuan, kalau tidak pecah bayi laki-laki.
5. Siraman
Siraman dilakukan sebelum upacara midodareni. Siraman ini menggunakan air khusus yang dinamakan tirta perwita sari. Siraman dalam upacara perkawinan dimaksudkan untuk membersihkan sepasang calon pengantin itu lahir dan batin. Upacara siraman diselenggarakan satu hari sebelum ritual ijab dan panggih. Siraman untuk calon pengantin putri dilakukan di rumah orang tuanya demikian pula salon pengantin pria dilakukan di rumah orang tuanya. Setelah siraman, kedua calon mempelai dianggap telah suci.
Dalam acara ini digunakan bahan yang khusus untuk melakukan upacara siraman. Selain itu disediakan pula sesaji untuk siraman yang terdiri dari: tumpeng robyong, tumpeng gundul, makanan-makanan dingin, pisang dan buah-buahan yang lain, telur ayam, kelapa yang telah dikupas kulitnya, gula kelapa, lentera, kembang telon-kenangan, melati, dan kantil, tujuh macam bubur, kue-kue manis, penganan dari beras ketan, seekor ayam jago.
Upacara ini bertujuan memohon perlindungan dari Gusti Allah Sang Pencipta, mengingat dan menghormati para leluhur, sehingga arwah mereka berada dalam ketenangan dan mengharapkan restu dari para leluhur, menghindari dari makhluk-makhluk halus maupun manusia-manusia jahat, sehingga upacara akan berlangsung dengan selamat dan sukses.
6. Ngerik Rikmo
Sesudah upacara siraman kemudian dilanjutkan dengan upacara ngerik rikma, yaitu menggunting sebagian rambut calon pengantin putri. Dalam acara ini dipersiapkan sesaji yang sama untuk siraman, untuk praktisnya semua sesaji siraman dibawa masuk ke kamar pelaminan dan berfungsi sebagai sesjaji untuk ngerik.
7. Tirakatan Malam Midodareni
Upacara tirakatan malam midodareni ini berlangsung di malam hari sebelum pelaksanaan ijab dan panggih di keesokan harinya. Midodareni berasal dari kata widodari artinya dewi atau bidadari. Pada malam itu diadakan selamatan sekedarnya dengan sesaji-sesaji khusus untuk memohon turunnya bidadari dari khayangan untuk memberkahi dan merestui calon pengantin putri agar wajahnya menjadi secantik bidadari.
Malam midodareni biasanya dilakukan dengan cara tirakatan dan lek-lekan. Para sesepuh, pinisepuh dan orang tua sering semalam suntuk tidak tidur. Hampir di tiap-tiap desa ritual lek-lekan yang tidak tidur semalam ini selalu dilakukan. Tujuannya adalah untuk menolak balak. Keluarga yang sedang mempunyai gawe besar itu biasanya jauh dari mara bahaya, sehingga pelaksanaan upacara pernikahan menjadi lancer.
Untuk acara ini terdapat sesaji yang meluputi nasi gurih, ingkung ayam, beberapa sayuran masak, kembang talon, the dan kopi pahit, minuman dari air kelapa dengan gula kelapa, lampu minyak yang dinyalakan, pisang raja, kembang setaman, jadah ketan, serutu dan pipa yang dibuat dari daun pepaya.
Barang yang diletakkan di kamar pelamiann terdiri dari sepasang kembar mayang, dua pot tanah diisi dengan bumbu-bumbu, jamu, beras, kacang dan lain-lain ditutupi dengan kain bermotif banguntulak, dua kendi diisi air suci ditutup dengan daun dadap srep, ukub yaitu nampan yang di atasnya ditaruh beberapa dedaunan dan bunga wangi dan ditaruh di bawah tempat tidur, suruh ayu, daun sirih dengan seperangkatnya, buah pinang, tujuh macam kain dengan pola lorek.
Sesaji ini bisa dikeluarkan dari kamar pada waktu tengah malam. Anggota keluarga dan tamupun boleh memakannya.
8. Peningsetan atau srah-srahan
Pada saat calon pengantin putri sedang di dalam kamar, keluarga dari pihak penganten pria datang dan memberikan beberapa barang kepada orang tua calon pengantin putri. Dalam kesempatan ini kedua belah pihak keluarga saling berkenalaan satu dengan yang lain dalam suasana yang lebih santai. Beberapa keluarga dari calon mempelai pria (hanya wanita) mengunjungi calon mempelai putri yang berada di kamar pelamianan yang dihias sangat indah.
9. Nyantri
Pada saat midodareni calon mempelai pria ikut datang bersama keluarganya ke rumah calon mempelai putri, tetapi dia tidak diperkenankan masuk ke dalam rumah. Ketika keluarganya berada di dalam rumah dia duduk di beranda depan rumah ditemani oleh beberapa teman atau kerabatnya. Pada waktu itu kepadanya hanya diberikan segelas air putih dan dia juga tidak diperkenankan untuk merokok. Dia boleh makan sesudah tengah malam, ini adalah suatu pelajaran baginya bahwa dia harus kuat menahan lapar dan godaan. Sebelum keluarganya pulang, seorang utusan yang mewakili orang tuanya mengatakan kepada tuan dan nyonya rumah bahwa ia menyerahkan tanggung jawab atas calon mempelai pria kepada tuan dan nyonya rumah karena dia tidak akan diajak pulang. Ketika tamu-tamu sudah pulang, calon mempelai pria boleh masuk ke rumah tetapi tidak boleh masuk ke kamar pelaminan. Orang tua calon mempelai putri akan mengatur di mana tempat tidurnya, ini yang disebut nyantri. Nyantri ini dilakukan dengan maksud demi keselamatan dan hal-hal yang lebih praktis, dengan pertimbangan bahwa besok calon pengantin pria akan didandani dan disiapkan untuk ijab dan disiapkan untuk ijab dan upacara-upacara lainnya.

0 komentar:

Arrahmah.Com - Technology

Arrahmah.Com - International

  © Blogger templates Palm by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP