ABDULLAH BIN ABBAS "Muda Usianya, Luas Ilmunya"

>> Minggu, 31 Mei 2009

Dialah pemuda yang sangat beruntung sekali yang didoakan oleh rasulullah saw, "Ya Allah, berikan dia keahlian dalam agama-Mu, dan ajarilah dia tafsir kitab-Mu". Berkat doa tersebutlah dia nantinya akan menjadi ulama besar walaupun usianya masih muda belia.
Dia dilahirkan tiga tahun sebelum rasulullah hijrah. Dan saat rasulullah saw wafat, ia masih sangat belia. Umurnya masih 13 tahun. Namun dibalik umurnya yang masih belia dia sudah menjadi pemuda yang luas ilmunya. Karena ketinggian ilmunya itulah ia kerap menjadi kawan dan lawan berdiskusi para senior shahabat senior lainnya.

Bahkan Umar bin Khottob selalu memanggil Ibnu Abbas untuk duduk bersama dalam sebuah musyawarah. Pendapat-pendapatnya selalu didengar karena keilmuannya. Sampai-sampai Amirul Mukminin memberikan julukan kepada Ibnu Abbas sebagai "pemuda tua".
Salah seorang shahabat utama, Sa'ad bin Waqqash pernah berkata tentang Ibnu Abbas, "Tak seorang pun yang kutemui lebih cepat mengerti dan lebih tajam berpikirnya seperti Ibnu Abbas. Ia juga seorang yang banyak menyerap ilmu dan luas sifat santunnya. Sungguh telah kulihat, Umar telah memanggilnya saat menghadapi masalah-masalah pelik. Padahal di sekelilingnya masih banyak shahabat yang ikut dalam perang badar. Lalu majulah Ibnu Abbas menyampaikan pendapatnya, dan Umar tidak ingin berbuat melebihi apa yang dikatakan Ibnu Abbas."
Di balik nama besarnya tersebut tentu kita perlu menyimak perjalanan beliau dalam mencari ilmu.
Sejak kecil memiliki kecenderungan terhadap ilmu. Hal ini terlihat dari semangatnya dalam menuntut ilmu. Tidak pernah satu hari pun beliau melewatkan majelis rasulullah, dan tidak lupa pula untuk menghafalkan apa yang beliau dengar.
Kemudian setelah rasulullah saw wafat, Ibnu Abbas belajar kepada para shahabat yang pertama tentang apa-apa ynag tidak dipelajarinya dari Rasulullah saw secara langsung.
Dia selalu bertanya. Maka setiap dia mendengar seseorang yang mengetahui suatu ilmu atau menghafalkan hadits, segeralah ia menemuinya dan belajar kepadanya. Dan otaknya yang cerdas tidak pernah merasa puas senantiasa mendorongnya untuk meneliti apa yang didengarnya.
Ia tidak hanya menumpahkan perhatian terhadap pengumpulan ilmu pengetahuan semata, tetapi juga meneliti dan menyelidiki sumber-sumbernya. Suatu saat dia pernah bercerita mengenai dirinya, "Jika aku ingin mengetahui tentang suatu masalah, aku akan bertanya kepada 30 shahabat."
Keinginannya untuk mendapatkan suatu pengetahuan sangatlah kuat. Hal ini sebagaimana yang diceritakannya: Ketika rasulullah wafat, aku bertanya kepada salah seorang pemuda anshar, "Marilah kita bertanya kepada shahabat rasulullah, sekarang ini mereka sedang berkumpul?" Pemuda Anshar itupun menjawab, "Aneh sekali kamu ini, hai Ibnu Abbas! Apakah kamu kira orang-orang akan membutuhkanmu, sementara di antara mereka merupakan shahabat-shahabat terbaik Rasulullah?" Anak muda itu tidak mau diajak, tetapi aku tetap pergi bertanya kepada shahabat Rasulullah.
Pernah aku mendapatkan satu hadits dari seseorang, dengan cara mendatangi rumahnya ketika ia sedang tidur siang. Kubentangkan kain untuk kujadikan bantal di depan pintunya. Debu yang terhempas angin menerpaku. Ketika dia selesai tidur dan keluar melihatku, dia berkata, "Hai saudara sepupu Rasulullah, apa maksud kedatanganmu? Kenapa kamu tidak menyuruh orang lain?" kemudian aku berkata, "Tidak, akulah yang harus datang mengunjungimu." Kemudian aku bertanya tentang suatu hadits dan belajar kepadanya.
Demikianlah Ibnu Abbas bertanya, bertanya, dan bertanya, lalu mengkaji jawaban dan menganalisanya. Pernah suatu ketika Ibnu Abbas ditanya, "Bagaimana anda mendapatkan ilmu ini?" "Dengan lidah yang suka bertanya dan akal yang suka berpikir", jawabnya.
Inilah kedudukan yang diraih oleh Ibnu Abbas dalam keilmuan. Karenanyalah, khalifah Ali mengutusnya untuk berdialog dengan kaum Khawarij karena mereka keluar dari pemerintahan Ali. Ibnu Abbas pun mendatangi mereka dan berdialog dengan bertanya tentang argumentasi mereka. Semua argumentasi yang mereka sampaikan dijawab oleh Ibnu Abbas. Belum lagi debat itu selesai, 2000 orang di antara mereka bangkit serentak menyatakan kepuasan mereka terhadap keterangan-keterangan Ibnu Abbas dan sekaligus memaklumkan penarikan diri mereka dari memusuhi imam Ali.
Demikianlah kehidupan Ibnu Abbas, dunianya dipenuhi dengan ilmu dan hikmah, dan nasihat serta ketakwaannya disebarkan di antara umat.


Read More..

Sejarah Kemunculan Bid'ah

Kemunculan bid'ah -yang diperangi para salaf- tidak muncul dalam sekali waktu. Akan tetapi muncul pada masa dan waktu yang berbeda serta di tempat yang berlainan dan berjauhan. Di sini kita akan memaparkan beberapa fase sejarah kemunculan bid'ah. Fase ini sejak masa rasulullah saw hingga pertengahan abad ketiga.
1. Fase pertama
Selama kurun 23 tahun al qur'an turun secara bertahap kepada Rasulullah saw. Beliaupun menyampaikannya kepada manusia dan menjelaskan maknanya sehingga agama ini menjadi sempurna.

Para shahabatpun langsung mendengar al qur'an dari rasulullah saw dan mereka memahami maknanya kemudian mengimaninya serta mengamalkan syari'at di dalamnya. Adapun yang diturunkan di dalam al qur'an mencakup penjabaran tentang perkara ghoib seperti pengkabaran tentang dzat Allah, asma' dan sifat-Nya, perbuatan-Nya, tentang hari akhir, kejadian dan keadaan pada waktu itu, tentang jannah, neraka, balasan bagi setiap pahala dan dosa. Semua itu terkandung dalam al qur'an dan di dalam maknanya yang diturunkan padanya.
Rasulullah menyampaikan dan menjelaskannnya kepada para shahabat, merekapun menerima, memahami dan mengimaninya. Tidak pernah diketahui seorangpun dari mereka yang ragu dan tidak memahaminya.
Kami yakin bahwa mereka memahami apa yang ada di dalamnya apabila tidak memahaminya maka merekapun akan bertanya dan meminta penjelasan tentang maknanya, sebab terkait dengan perkara mendasar dalam kehidupan mereka yakni perkara i'tiqod (keyakinan).
Kita menyaksikan mereka membawa pedang ketika mereka belum menerima islam. Kemudian mereka berubah dan rela mengorbankan jiwa raga, anak, serta harta mereka. Mereka tidak akan melakukan hal itu di jalan yang mereka bodoh terhadap aqidahnya dan tidak mengetahui maksudnya.
Ya, para shahabat pernah bertanya kepada rasulullah saw tentang perkara-perkara syar'i yakni perkara amaliyah (amal) bukan i'tiqodiyah (keyakinan). Sebagaimana diceritakan oleh Ibnu Abbas ra: “Aku tidak pernah melihat kaum yang lebih baik daripada shahabat rasulullah saw. Mereka tidak bertanya kecuali tentang 13 perkara hingga rasulullah saw meninggal. Dan semua itu terdapat dalam al qur'an. “Mereka bertanya tentang haidh, mereka bertanya tentang bulan haram, mereka bertanya tentang anak yatim......” mereka tidak bertanya kepada rasulullah saw kecuali bermanfaat bagi mereka.”
Ibnu Qoyyim al Jauziyyah berkata: Pada masa nabi saw masih hidup para shahabat ra berada dalam satu aqidah, sebab mereka mendapati masa turunnya wahyu dan mendapatkan kemuliaan bershahabat dengan rasulullah saw dan beliau menghilangkan kelamnya keraguan dan kebingungan.
Beliau berkata juga: Para shahabat pernah berbeda pendapat dalam beberapa permasalahan ahkam (hukum-hukum islam) -padahal mereka pemimpin kaum mukminin dan umat yang paling sempurna imannya- akan tetapi dengan karunia Allah mereka sedikitpun tidak pernah berbeda pendapat dalam satu perkara asma' dan sifat serta perbuatan Allah swt.
Inilah gambaran nyata kehidupan shahabat ra, kehidupan mereka selamat dari penyimpangan aqidah yang mengotori kesuciannya.
Hampir saja sebagian inkhirof (penyimpangan) muncul pada generasi ini akan tetapi langsung mendapatkan terapi dan dihilangkan pada waktu itu pula sehingga sepanjang fase ini tidak muncul kebid'ahan.
Pada masa rasulullah sebagian shahabat berdebat tentang qodr, maka rasulullah saw marah dan melarang nya maka merekapun menghentikannya. Hal ini sebagaimana diceritakan oleh Abdullah bin Amru bin Ash berkata: sesungguhnya saw keluar dan mereka berdebat tentang qodr: ini mengambil ayat ini dan ini mengambil ayat ini, seakan-akan wajah beliau marah seperti buah delima. Beliau bersabda: apakah dengan perselisihan ini kalian diperintahkan dan disuruh untuk mempertentangkan kitabullah yang satu dengan yang lain? Perhatikan apa yang diperintahkan kepada kalian maka ikutilah dan apa yang dilarang kepada kalian maka jauhilah.
Hadits ini menunjukkan bahwa sebagian shahabat berdebat tentang perkara qodr pada masa nabi saw akan tetapi perdebatan ini berhenti dan tidak terulang lagi.
Setiap dari mereka tidak melakukannya kembali. Pun, tidak diriwayatkan dari salah seorang shahabat yang menghidupkan perdebatan. Bahkan diriwayatkan bahwa mereka menolak qodariyah ketika bid'ah tersebut muncul dan mereka berlepas diri dari hal tersebut.
Pernah juga terjadi pada masa Umar bin Khottob beberapa perkara atau kejadian aneh dan segera dihilangkan sehingga tidak muncul kembali setelahnya. Yakni kejadian yang terjadi pada Shobigh. Dia pernah bertanya tentang mutasyabihul qur'an maka Umarpun memukulnya hingga dia bertaubat.
Diriwayatkan dari Al Lalikaiy dengan sanadnya yang sampai kepada Sulaiman bin Yasar bahwasanya ada seorang laki-laki dari bani Ghoim yang dipanggil dengan Shobigh bin 'Asl dan dia memiliki buku-buku. Maka dia pun banyak mempertanyakan tentang mutasyabihul qur'an. Ketika hal itu sampai kepada Umar, maka diapun memanggilnya. Umar telah menyiapkan cambuk dari pelepah kurma. Maka ketika dia sampai kepadanya dan duduk, Umar bertanya: Siapa namamu? Aku Abdullah Shobigh, jawabnya. Umarpun berkata: Aku Abdullah Umar dan menunjuknya dengan cambuk kemudian dia memukulnya dengan cambuk tersebut. Umar terus memukulinya hingga melukai kepalanya dan mengalir darah dari wajahnya. Diapun berteriak: Cukup! Cukup, wahai amirul mukminin sungguh telah pergi apa fikiran yang ada dalam kepalaku.
Sejarah singkat ini menunjukkan pada fase ini belum muncul bid'ah dan penyimpangan dalam aqidah.
2. Fase kedua (37 H – 100 H)
Pada fase ini -dimulai sejak pertengahan khilafah (pemerintahan) Aly ra- mulai bermunculan induk-induk bid'ah. Hal ini dipengaruhi oleh memanasnya suasana politik pada masa shahabat karena perbedaan ijtihad mereka.
Pada fase itu muncul Khowarij dan Syiah. Kedua kelompok ini saling bertentangan, salah satunya mengkafirkan Ali ra dan berlepas diri darinya sedangkan yang lain menolong dan membelanya. Kemudian muncul bid'ah yang lain yakni Qodariyah dan Murjiah.
3. Fase ketiga(100 H-150 H)
Pada abad kedua hijriah muncul empat orang yang melakukan bid'ah yang dari merekalah yang kelak menjadi induk kesesatan. Mereka adalah:
a. Washil bin Atho' al Bashry
Dia adalah pendiri firqoh mu'tazilah. Dia dilahirkan di Madinah tahun 80 H dan berguru kepada Hasan Al Bashry. Kemudian ketika dia membuat bid'ah "manzilah baina manzilatain" (yakni di dunia dia tidak mukmin dan tidak kafir) maka Hasan al Bashry pun mengusirnya dari majelis beliau. Akhirnya dia membuat majelis khusus dan orang yang cenderung kepadanya bergabung bersamanya. Dia meninggal pada tahun 131 H.
b. Ja'd bin Dirham
Ja'd bin dirham adalah bekas budak Suwaid bin Ghoflah. Dia bersalal dari Khurosan dan tinggal di Damsyiq. Maka ketika dia mengeluarkan pernyataan tentang kholqul qur'an (qur'an adalah makhluk) maka pemerintahan Bani Umayyah memburunya, dan diapun melarikan diri ke Kufah. Di sana dia bertemu dengan Jahm bin Shofwan dan Jahm pun taklid terhadap pendapatnya. Akhirnya Kholid bin Abdullah al Qusary -amirul kufah- menangkapnya dan membunuhnya pada hari Idul Adha tahun 124 H.
c. Jahm bin Shofwan
Nama lengkapnya Jahm bin Shofwan Abu Mahroz al Samarqandy. Muncul di Tirmidz kemudian pindah ke Balkh dan menetap di sana. Dia sholat bersama Muqotil bin Sulaiman di masjidnya. Keduanya sering berdiskusi hingga dia pergi ke Tirmidz dan keluar dari pemerintahan bersama Harits bin Suraij. Diapun akhirnya dibunuh oleh Salm bin Ahroz di Ashbihan namun ada yang mengatakan di Marwa pada tahun 128 H.
d. Muqotil bin Sulaiman
Muqotil bin Sulaiman bin Basyrar Al Balkhy, terkenal dengan tafsir qur'annya. Namun para ulama berselisih tentang ketsiqohannya dan kecacatan periwayatannya. Dia meninggal pada tahun 150 H.
4. Fase keempat (150 H- 234 H)
Pada fase ini tidak didapati di dalamnya bid'ah baru. Akan tetapi bid'ah yang telah lama masuk saling tercampur dengan bid'ah yang lain. Sehingga firqoh sesat pada masa ini hanya terbatas pada empat yakni:
- Khowarij
- Syi'ah
- Mu'tazilah
- Murjiah
Syiah melahirkan Al Mujassamah, Mu'tazilah melahirkan Qodariyah dan sebagian Jahmiyah, dan Jabariyah masuk ke dalam Murjiah dan ke firqoh lainnya.
Pada masa itu mu'tazilah banyak melakukan kegiatan telaah. Para pembesar mereka mulai memperdalam dan menelaah kitab-kitab filsafat yang diterjemahkan pada masa al Makmun (198 H-218 H)
Syahrostani berkata: "Ketika syaikh-syaikh mu'tazilah menelaah kitab-kitab filsafat yang tersebar pada hari-hari Makmun maka manhaj mereka tercampur dengan manhaj ahli kalam.
Mereka mengeluarkan perkataan-perkataan yang asing dan pendapat-pendapat nyeleneh yang menyimpang. Inilah yang menyebabkan mereka mengkafirkan kelompok lain. Begitu pula kelompok yang lain mengkafirkan mereka sebagaimana yang disebutkan oleh al Baghdady rh.


Read More..

PENYEBAB MUNCULNYA BIDAH

Bidah tidak akan muncul di dalam masyarakat yang berpijak di atas aqidah shahihah yang bersumber kepada kitabullah dan sunnah rasulullah saw. Bid'ah bukanlah perkara biasa namun merupakan perkara menyimpang dan asing. Serta tidak terjadi dengan begitu saja atau kebetulan. Namun ada beberapa sebab yang mempengaruhinya. Dan di bawah ini beberapa penyebab munculnya bid'ah di tengah umat :
1. Ghuluw
Misalnya adalah madzhab Khowarij dan Syiah.
Khowarij mereka ghuluw (berlebih-lebihan) dalam memahami ayat-ayat wa'iid (ancaman) dan mereka berpaling dari ayat-ayat raja' (harapan), wa'di (janji), ampunan, dan taubat. Sebagaimana firman Allah swt :
إِنَّ اللَّهَ لا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ
"Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu." (An Nisaa': 48 & 116)
Begitu pula hadits rasulullah saw :
يا ابن آدم إنك لو أتيتني بقراب الأرض خطايا ثم لقيتني لا تشرك بي شيئا لأتيتك بقرابها مغفرة
"Wahai anak adam, seandainya kalian mendatangi-Ku dengan dosa sebesar bumi dan kalian bertemu dengan-Ku tidak dalam menyekutukanku dengan sesuatu apapun, tentu Aku akan mendatangi kalian dengan ampunan sebesar itu pula."
Dan juga masih banyak nash-nash syar'I lainnya.
Pensyarh Thohawiyah mengatakan: Apabila nash-nash wa'di (janji) yang dijadikan dalil oleh Murjiah dan nash-nash wa'iid (ancaman) yang dijadikan dalil oleh Khowarij dan Mu'tazilah dipertemukan maka akan jelas kerusakan kedua kelompok tersebut.
Sedangkan syiah penyebab kemunculannya adalah ghuluw (berlebih-lebihan) terhadap Aly bin Abi Tholib ra. Yang membawa pemikiran ini adalah Ibnu Saba' al Yahudy. Penyimpanan ini terus meluas hingga akhirnya mereka mengangkat kedudukan imam kepada kedudukan kenabian bahkan kepada kedudukan uluhiyah (ketuhanan).
2. Menolak bid'ah dengan bid'ah yang semisal bahkan lebih buruk
Misalnya adalah Murjiah, Mu'tazilah, Musyabbihah, dan Jahmiyah.
Murjiah, golongan ini muncul untuk melawan pemikiran Khowarij yang mengkafirkan Aly bin Abi Tholib dan yang melakukan tahkim bersamanya. Murjiah berkata: kita tidak menghukumi mereka (kafir)dan kami menagguhkan perkara kepada Allah. Perkataan mereka dalam irja' tidak hanya sampai ini, akan tetapi mereka mengatakan bahwa maksiat tidak dapat membahayakan keimanan sebagaimana keimanan tidak dapat memberi manfaat terhadap kekafiran.
Kemudian muncul Mu'tazilah, dengan bid'ah "manzilah baina manzilatain". Kelompok ini ingin menengahi Khowarij dan Murjiah . Sebagaimana jawaban Washil bin Atho' ketika ada pertanyaan yang dilontarkan di majelis Hasan al Bashry ketika menyebutkan sikap Khowarij dan Murjiah terhadap pelaku dosa besar dan meminta untuk dijelaskan tentang aqidah yang benar pada masalah itu. Namun washil mendahului Hasan al Bashry dan mengatakan bahwa pelaku dosa besar berada di "manzilah baina manzilatain". Dia menolak bid'ah dengan bid'ah.
Musyabbih, mereka menolak jahmiyah yang meniadakan asma' dan sifat Allah. Mereka tinggal di satu negeri yang sama yakni "Kota Balkh". Yang mana Jahm bin Shofwan meniadakan sifat Allah maka Ibnu Sulaiman pun menolaknya namun dia berlebihan dalam menetapkan sifat Allah hingga menyamakan Allah dengan makhluknya. Dia ingin menolak bid'ah namun menimbulkan bid'ah baru yang tidak kalah rusaknya dengan sebelumnya.
Jahmiyah, mereka menolak Qodariyah dengan bid'ah lain yakni dengan "jabr". Yang mana qodriyah meyakini bahwa seorang hamba adalah pencipta amalannya sendiri bukan Allah. Maka Jahm pun menolak hal tersebut dan menyatakan hal sebaliknya, Allahlah pencipta hamba dan amalannya tanpa memiliki kekuasaan dan pilihan. Dia bagaikan pelepah pohon kurma yang terkena tiupan angin. Diapun menolak bid'ah dengan bid'ah lain yang semisalnya bahkan lebih berbahaya sebab mereka meniadakan taklif dan balasan.
3. Pengaruh Eksternal
Yakni karena pengaruh pemimpin-pemimpin agama dan madzhab lain ke dalam aqidah firqoh-firqoh sesat dan menyimpang seperti Syi'ah, Qodariyah, dan Jahmiyah.
Syiah, sebagaimana diketahui Abdullah bin Saba' adalah seorang Yahudi dan dialah sumber ghuluw terhadap Ali ra.
Al Baghdady berkata: "Para peneliti Ahlu Sunnah berkata, sesungguhnya Ibnu Sauda' –yakni Ibnu Saba'- condong ke agama Yahudi dan ingin merusak agama kaum muslimin dengan takwil-waktilnya terhadap Ali dan anak-anaknya, supaya mereka berkeyakinan sebagaimana keyakinan kaum Nashrani terhadap Isa as.
Selain itu Ibnu Saba' mengingari kematian Ali dan berkata sesungguhnya Ali diangkat ke langit sebagaimana Isa as dan dia akan turun ke dunia untuk menuntut balas terhadap musuh-musuhnya.
Dari sini nampak jelas bahwa maksud keislamannya adalah untuk merusak umat islam. Pemikiran-pemikiran yang dia lontarkan inilah yang nantinya menjadi cikal bakal kelompok Syiah.
4. Menjadikan Akal sebagai sumber dalam menghukumi perkara syar'i
Sebagaimana di atas, para pelaku bid'ah menjadikan akal dalam menghukumi perkara aqidah. Mereka tidak menerima hadits yang bertentangan dengan apa yang ada dalam pikiran mereka dengan menghukumi akal atau takwil. Sehingga mereka menolak banyak hadits syarif yang shohih dan mencacat para perowinya.
Imam as Syatibi menyebutkan beberapa cara istidlal (pengambilan dalil) para pelaku bid'ah. Dia berkata: "Mereka menolak hadits-hadits yang tidak sesuai dengan maksud mereka dan madzhab mereka. Mereka mengatakan bahwa hal itu tidak masuk akal dan tidak sesuai dengan dalil maka wajib untuk menolaknya sebagaimana mereka menolak adzab kubur kemudian beliau menyebut hadits-hadits yang ditolak. Kemudian berkata: begitu juga hadits-hadits shohih yang diriwayatkan oleh adil.
5. Penerjemahan Kitab Falsafah Ke Dalam Bahasa Arab
Kitab-kitab falsafat Yunani dan yang lainnya dari kitab-kitab aqidah penyembah berhala telah diterjemahkan ke dalam bahasa arab pada masa al Ma'mun. Kemudian sekelompok kaum muslimin menelaahnya dan mereka tertipiu dengan manhajnya dalam pembahasan. Mereka menjadikannya sebagai timbangan syar'I atas nash-nash kitab dan sunnah. Mereka mentakwilkannya sehingga sesuai dengan manhaj falsafat. Sehingga terjadilah musibah yang besar dan penyimpangan yang sangat berbahaya.


Read More..

Nama-Nama Istri Nabi Muhammad

1. Khodijah binti Khuwailid al Qursyiyah al Asadiyah
Beliau menikahinya sebelum diangkat menjadi Rasulullah, pada waktu itu umurnya 25 dan Khodijah 40 tahun. Beliau tidak menikah dengan selain dirinya hingga ibunda Khodijah meninggal. Seluruh putra rasulullah dilahirkan dari rahimnya kecuali Ibrahim. Dia meningga 3 tahun sebelum hijrah.
2. Saudah binti Zam'ah Al Qursyiyah
Dia adalah wanita yang memberikah jatahnya untuk 'Aisyah.
3. Ummu Abdillah 'Aisyah as Siddiqah binti as Siddiq
Wanita dari langit ketujuh, kekasih Rasulullah Aisyah binti Abu Bakar as Shiddiq. Rasulullah menikahinya pada bulan Syawal dan umurnya 6 tahun. Kemudian beliau tinggal bersamanya pada bulan Syawal tahun 1 hijriyah dan umurnya 9 tahun. Beliau tidak menikahi wanita yang masih gadis kecuali dirinya seorang. Dan tidak ada wahyu yang turun berkaitan tentang wanita kecuali dirinya. Dialah wanita yang paling dicintai rasulullah. Dia wanita yang paling paham fiqh dan paling cerdas, bahkan wanita paling faqih terhadap dien secara keseluruhan.
4. Hafshoh binti Umar bin Al Khottob
Abu Daud menyebutkan bahwa Rasulullah menceraikannya kemudian meruju'nya kembali.
5. Zainab binti Khuzaimah bin Al Harits al Qoisiyah dari bani Hilal bin Amir
Beliau adalah istri yang pertama meninggal setelah wafatnya Rasulullah. Beliau meninggal pada tahun 20 hijriyah.
6. Ummu Salamah Hindun binti Abi Umayyah al Qursyiyah al Makhzumiyah
Nama ayahnya Abi Umayyah Hudzaifah bin al Mughirah. Beliaulah istri rasul yang paling terakhir meninggal. Namun ada yang mengatakan yang paling terakhir meninggal adalah Shofiyah.
7. Zainab binti Jahsy dari Bani Asad bin Khuzaimah
Beliau adalah anak paman rasulullah Umayyah. Kepadanyalah turun ayat:
فَلَمَّا قَضَى زَيْدٌ مِنْهَا وَطَرًا زَوَّجْنَاكَهَا (الأحزاب :37)
Maka tatkala Zaid telah mengakhiri keperluan terhadap istrinya (menceraikannya), Kami kawinkan kamu dengan dia. (Al Ahzab : 37)
Oleh karenanya, beliau membanggakan dirinya kepada istri-istri yang lain seraya berkata: "Kalian dinikahkan oleh wali-wali kalian, sedangkan aku dinikahkan oleh Allah swt dari langit ketujuh.
Dan termasuk kekhususannya adalah Allahlah yang langsung menjadi wali bagi dirinya dan menikahkannya kepada Rasulullah dari langit ketujuh. Beliau meninggal pada awal kekhilafahan Umar bin Khottob.
Sebelumnya beliau menikah dengan Zaid bin Haritsah yang merupakan anak angkat rasulullah. Setelah Zaid menthalaqnya (menceraikannya), Allahpun menikahkannya dengan rasulullah agar tidak menjadi rasa berat bagi umatnya untuk menikahi mantan istri anak angkatnya.
8. Juwairiyah binti al Harist bin Abi Dhorar al Mustholaqiyah
Dia termasuk tawanan perang bani Mustholiq yang datang kepada Rasulullah untuk menjadi mukatabah. Maka rasulullahpun memberikan haq sebagai mukatabah dan menikahinya.
9. Ummu Habibah
Beliau dinikahi oleh Rasulullah ketika masih berhijrah di negeri Habasyah. Raja Najasyipun memberikan kepadanya 400 dinar sebagai maharnya. Meninggal ketika pemerintahan Muawiyah (saudara kandungnya).
10. Shofiyah binti Huyay
Dia adalah putri nabi dan istri nabi. Dia termasuk wanita tercantik di dunia ini. Sebelumnya dia adalah budak, kemudian Rasulullah pun membebaskannya dan menjadikan kebebasannya sebagai maharnya, maka diapun menjadi istri rasulullah. Apabila ada yang berkata: Aku membebaskan budakku dan kujadikan kebebasannya sebagai maharnya atau berkata kujadikan kebebasan budakku sebagai mahar baginya, maka kemerdekaan dan pernikahannya sah dan dia menjadi istri baginya tanpa memerlukan akad baru dan juga wali. Ini merupakan madzhab Ahmad dan kebanyakan ahli hadits.
11. Maimunah binti al Harits al Hilaliyah
Dia adalah wanita yang terakhir kali dinikahi oleh Rasulullah. Beliau menikahinya ketika umrah qodho' dimekah. Dan dia meninggal pada masa pemerintahan Muawiyah dan dikuburkan di Sarq (tempat dekat dengan Tan'im).
12. Raihanah binti Zaid an Nadhriyah
Ada yang mengatakan namanya al Qirthiyah. Dia tertawan pada perang bani Quraidah dan menjadi budak rasulullah. Rasulllah pun membebaskannya dan menikahinya, kemudian menthalaqnya sekali dan merujuknya kembali.

Itulah istri-istri rasulullah yang dikenal dan sudah digauli oleh rasulullah. Sedangkan yang dikhitbah dan belum dinikahi atau yang menyerahkan dirinya kepada rasulullah namun belum dinikahi sekitar empat atau lima wanita. Namun ada yang mengatakan jumlahnya sekitar tiga puluh wanita. Ahlul ilmi dan sirah tidak mengetahui hal ini bahkan mengingkarinya.
Tidak ada perselisihan bahwa ketika Rasulullahmeninggal ada sembilan istri. Namun ada yang membagi delapan: 'Aisyah, Hafshoh, Zainab binti Jahsy, Ummu Salamah, Shofiyah, Ummu Habibah, Maimunah, dan Juwairiyah.
Zadul Ma'ad

Read More..

Arrahmah.Com - Technology

Arrahmah.Com - International

  © Blogger templates Palm by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP