Hikmah di Balik Dakwah Ibnu Taimiyah

>> Sabtu, 21 Februari 2009

Pada akhir abad ke-empat hijriyah kaum muslimin mulai mengalami kemunduran di berbagai bidang, sehingga kaum muslimin menjadi lemah. Pada saat itulah musuh-musuh islam mulai menyerang dari dua arah; barat dan timur. Dari barat kaum muslimin diserang oleh pasukan salib. Sedangkan dari timur diserang oleh bangsa Tartar.
Bahkan negeri syam selama dua abad di bawah kekuasaan hukum eropa. Sedangkan kaum salibis dapat menjajah Damsyiq pada tahun 491 H dan berjarak satu tahun yakni pada tahun 492 H Baitul Maqdis mampu dikuasai. Peperangan ini terus berlangsung dalam jangka yang lama. Kemudian perancis menguasai Dimyat di Mesir.
Di sisi lain Tartar mulai keluar dari Cina terus berjalan ke barat menguasai Turkistan kemudian menyebrangi sungai dan menguasai samarqandi, bukhoro, dan yang lainnya. Sebagian dari mereka meneruskan perjalanan menuju khurosan dan ke perbatasan iraq. Dan pada tahun 657 atau 656 H Tartar mampu menguasai Baghdad. Dan sejak itulah tartar menguasai Syam. Maka jatuhlah wibawa khilafah islamiyah dan runtuhlah khilafah abbasiyah. Maka mulailah sistem pemerintahan islam dengan kerajaan.

Pada saat situasi dan kondisi seperti inilah muncul Syaikh Islam Ibnu Taimiyah. Pada waktu itu terjadi kegoncangan politik dan hukum. Pada saat bersamaan pula muncul penyelewengan dan penyimpangan adat serta kebiasaan hidup. Sehingga islam menjadi terasing. Kesatuan umat islam tercerai-berai. Mulai muncul firqoh-firqoh sesat yang menyelisihi salaful sholih baik masalah aqidah maupun furu'. Selain itu terjadi kejumudan berfikir dan menyebar taqlid buta.
Di antara firqoh menyebar pada saat itu adalah Syiah, Shufiyah, Quburiyah, serta firqoh yang menafikan seperti Jahmiyah, Mu'tazilah, Qodariyah. Ada pula yang berlebihan dalam mempelajari ilmu kalam dan filsafat sehingga menggeser istidlal (pengambilan dalil) dengan qur'an dan sunnah. Inilah sedikit gambaran kehidupan masyarakat islam pada masa itu.
Lantas bagaimana beliau mampu merubah segala kerusakan yang terjadi dan menggantikannya dengan cahaya islam? Metode apa yang beliau tempuh sehingga Allah memberikan cahaya untuk masyarakat ini sehingga kembali menapaki Kitab, Sunnah, Ijma' dan Aqidah Salafush Sholih? Berikut ini beberapa hikmah beliau dalam berdakwah:
1. Memulai dengan ilmu
Ketika beliau hidup banyak sekali firqoh sesat yang menyebar di masyarakat. Beliaupun menyadari bahwa kerusakan umat ini tidak dapat diperbaiki kecuali dengan ilmu. Maka mulailah beliau mendalami berbagai cabang ilmu terutama adalah kitab dan sunnah. Walaupun beliau tumbuh berkembang di keluarga berilmu, hal tersebut tidak membuat beliau merasa cukup. Inilah yang menunjukkan hikmah beliau. Karena tidak ada Hakim (orang berhikmah) kecuali memiliki ilmu bermanfaat. Orang yang tidak memiliki tak dapat memberi.
2. Menyebarkan ilmu
Setelah menguasai berbagai cabang ilmu terutama kitab dan sunnah, beliaupun mulai menyebarkan dan mengajarkannya. Beliau membentuk halaqoh serta majelis ilmu. Lewat majelis tersebut beliau menyebarkan manhaj salaf, serta mengajak umat untuk berpegang teguh di atasnya. Mengapa manhaj salaf? Sebab merekalah yang paling mengerti terhadap maksud dari al qur'an dan as sunnah, karena kedekatan mereka terhadap rasulullah  dan mereka paham terhadap sebab turunnya al qur'an. Selain itu keimanan terbatas dengan apa yang telah ada pada nabi dan para shahabatnya. Maka tidak ada iman kecuali iman mereka, dan tidak ada kebenaran kecuali kebenaran yang terdapat pada mereka.
3. Sikap beliau terhadap Qozan (Pimpinan Tartar)
Syaikhul Islam tidak hanya mencari ilmu kemudian mengejarkannya kepada manusia serta menanamkan aqidah saja. Namun beliau menyemangati serta menghasung manusia untuk berjihad di jalan Allah, dan langsung turun ke medan jihad.
Ketika Tartar menyerang Damsyiq (pada waktu itu di bawah kekuasaan kerajaan Mesir), sulthon menyiapkan pasukan untuk mengusir tartar dari Syam. Peperangan tersebut terjadi antara pasukan islam dan pasukan Qozan pada 27 Robiul Awal 699 Hijriyah . Kemenangan pun diraih pihak pasukan Tartar. Pasukan Shulton kembali ke Mesir sedangkan Tartar memasuki damsyiq serta membuat kerusakan di sana.
Maka Syaikh Taqiyuddin pun mengadakan perundingan dengan penduduk negeri. Mereka sepakat untuk mendatangi Qozan hari Senin 13 Rabiul Tsani 699 H untuk bernegosiasi dengannya. Ketika mereka telah sampai di perkemahan Qozan di negeri Habk (letaknya bersebelahan dengan Damsyiq), dia pun langsung menyambut Syaikh Islam.
Beliaupun menyampaikan beberapa permintaan. Yang pertama meminta jaminan keamanan bagi penduduk Damsyiq dan meminta kepadanya untuk membebaskan semua tawanan termasuk ahlu dzimmah. Beliau berbicara dengan sikap kesatria tanpa menunjukkan meminta untuk dikasihani. Maka Allah pun menyusupkan rasa takut ke hati Qozan. Sehingga diapun bertanya: "Siapa syaikh tersebut? Aku tak pernah melihat orang seperti dirinya, yang lebih kuat pendiriannya dan lebih mengena ucapannya di hatiku serta lebih ditunduki dari padanya." Orang-orang pun mengabarkan kepadanya tentang kedudukan beliau.
Kemudian Ibnu Taimiyah berkata kepadanya lewat penerjemah: "Kamu menyangka dirimu muslim, dengan bersamamu qodhi, imam, syaikh, muadzin, sehingga engkau memerangi kami. Padahal bapakmu dan kakekmu kafir. Mereka berdua tidak mengerjakan seperti yang engkau kerjakan dan apabila berjanji menepati. Sedangkan dirimu apabila berjanji mengingkari, engkau berkata namun tidak melaksanakan dan engkau telah berbuat dzalim.”
Kemudian Qozan menghidangkan makanan, semua orang pun memakannya kecuali Ibnu Taimiyah. Diapun bertanya mengapa tidak memakan makanan tersebut. Ibnu Taimiyah pun menjawab: “Bagaimana aku memakan makanan yang kalian rampas dari manusia, dan kalian memasak dengan kayu yang kalian ambil dari pohon manusia?”
Qozan pun terdiam, kemudian meminta kepada Ibnu Taimiyah untuk mendoakannya. Beliaupun berdoa: “Ya Allah apabila hambamu ini berperang untuk menjadikan kalimat-Mu mulia dan supaya din ini hanyalah untukmu maka tolonglah dia dan kuatkan dirinya serta kuasakan kepadanya negeri ini beserta penduduknya. Apabila dia berperang karena riya’, sum’ah, serta mencari duniadan menjadikan kalimatnya tinggi dan menghinakan islam dan pembelanya, maka hinakanlah dia dan hancurkan kekuasaannya.” Qozanpun mengangkat tangan dan mengamininya.
Melihat hal tersebut orang-orang mengkhawatirkan keadaan Ibnu Taimiyah. Mereka takut apabila beliau dibunuh lantaran melantunkan doa tersebut. Namun Allah berkehendak lain. Dia turunkan rasa takut di dalam hati musuh-Nya.
Qozan pun memenuhi permintaan Ibnu Taimiyah serta berjanji melindungi darah kaum muslimin dan mengembalikan tawanan dari kaum muslimin. Tapi Syaikh Islam menolak hingga mengembalikan semua tawanan baik dari muslimin maupun ahlu dzimmah dari Yahudi dan Nasrani. Beliapun pulang dalam keadaan terhormat. Sungguh allah telah memberinya taufiq dan menolongnya karena niat baiknya serta keikhlasan niatnya. Allah pun memberikan manfaat kepada kaum muslimin melalui dirinya.
Tidak hanya itu saja. Masih ada kisah yang menunjukkan keberanian beliau. Yakni beliau berangkat menuju Mesir meminta Shulthon untuk mengirim pasukan ke Syam apabila dia mau. Ia katakan kepada sultan Nashir Muhammad bin Qalawun, "Jika kalian tidak mau melindungi Syam, maka kami akan mengangkat sultan yang mau melindungi syam dan memperbaikinya pada masa-masa aman."
Ia katakan lebih lanjut, "Taruhlah misalnya kalian bukan penguasa Syam kemudian penduduk Syam meminta bantuan kalian, maka kalian wajib memberi bantuan yang mereka perlukan. Lantas bagaimana jika kalian adalah penguasa Syam dan penduduk Syam adalah rakyat kalian dan kalian bertanggung jawab terhadap keselamatan mereka?"
Ibnu Taimiyah tetap berada di tengah-tengah rakyat Mesir menguatkan semangat mereka dan menjanjikan kemenangan bagi mereka hingga akhirnya mereka menyiapkan pasukan dan mengirimkannya ke Syam. Ibnu taimiyah berada di benteng pertahanan Mesir selama delapan hari guna menyerukan jihad dan meminta mereka keluar menghadapi musuh Islam dan kaum muslimin. Pada tanggal 17 Jumadil Ula 700 H, Ibnu Taimiyah pulang ke Damascus. Ketika pasukan Tartar mengetahui persatuan kaum muslimin untuk menghadapinya maka mereka pulang ke negaranya karena lemahnya semangat perang mereka."
Selang dua tahun tersiar kabar Tartar datang kembali setelah menyeberangi Euferat untuk menyerang Syam. Maka Ibnu Taimiyah pun kembali menghasung kaum muslimin untuk berjihad di jalan Allah dan beliau menjanjikan kemenangan di tangan kaum muslimin. Bahkan beliau bersumpah: "Sesungguhnya kalian pada kesempatan kali ini akan menang." Maka amir pun berkata: "Katakan Insya Allah!"
Ibnu taimiyah menjawab: "Insya Allah secara pasti bukan menggantungkannya kepada Allah." Beliau mentakwilkan firman Allah:
ذَلِكَ وَمَنْ عَاقَبَ بِمِثْلِ مَا عُوقِبَ بِهِ ثُمَّ بُغِيَ عَلَيْهِ لَيَنْصُرَنَّهُ اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ لَعَفُوٌّ غَفُورٌ (60)
"Demikianlah, dan barang siapa membalas seimbang dengan penganiayaan yang pernah ia derita kemudian ia dianiaya lagi, pasti Allah akan menolongnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun." (QS. Al Hajj: 60)
Beliau berhusnu dzan kepada Allah, sehingga berani bersumpah seperti ini.
Dari kisah-kisah di atas ada beberapa hikmah yang dapat kita ambil:
a. Beliau meminta keamanan bagi penduduk Damsyiq atas darah, kehormatan, serta harta mereka, maka Qozan pun mengabulkannya.
b. Beliau memaksa untuk mengembalikan semua tawanan baik dari muslimin maupun ahli dzimmah.
c. Keberanian beliau dalam ucapannya kepada Qozan sehingga Allah menyusupkan rasa takut ke dalam hatinya.
d. Beliau memperingatkan Qozan atas pelanggaran janjinya, walaupun dia mengaku Islam.
e. Makanan yang dihidangkan Qozan tidak dimakan. Sebab makanan tersebut merupakan harta yang dirampas dari kaum muslimin, serta dimasak menggunakan pohon manusia.
f. Doa beliau yang menunjukkan hikmah serta keadilannya dan usahanya menolong agama Allah.
g. Beliau menghasung kaum muslimin berjihad serta langsung turun ke medan jihad dan memimpin mereka.
h. Beliau menjanjikan kemenangan, hal ini menunjukkan keyakinannya kepada Allah bahwa Allah akan menolong mereka. Oleh karenanya Allah pun menurunkan kemenangan.
4. Debat terbuka
Termasuk sikap beliau yang menunjukkan hikmah adalah memegang teguh aqidah salaf dan mencurahkan segenap waktu dan fikirannya untuk mengembalikan golongan menyimpang ke aqidah yang benar. Sebab merekalah orang yang paling mengetahui penyakit umat dan obanya. Hal ini dikuatkan dengan perkataan imam Malik bin Anas: “Umat ini tidak akan baik kecuali dengan baiknya generasi awal.”
Dalam menolong madzhaf salaf dan membelanya beliau menggunakan hujjah aqliyah dan naqliyah. Bahkan pernah terjadi debat terbuka di Mesir dan Syam. Di antaranya adalah:
a. Kitab Aqidah Wasithiyah
Kitab ini beliau tulis untuk Ridho Din al Wasithi, pengikut madzhaf syafi’i. Dia terus meminta Ibnu Taimiyah untuk menulis kitab aqidah yang dapat dijadikan panduan bagi penduduk kota Wasith. Maka Ibnu Taimiyah pun menuliskan baginya dan disebarkan kepada masyarakat.
Ketika tulisan tersebut tersebar luas, maka terjadi keresahan di golongan Jahmiyah, Ittihadiyah, Rofidhoh dan yang lainnya. Mereka pun mendatangi sulthon Mesir. Kemudian Sulthon Mesir menulis surat keada Amir Syam untuk mengumpulkan qodhi empat madzhab, para mufti, syaikh. Ketika surat itu tiba, Amir Syam langsung mengumpulkan Qodhi empat madzhab, para ulama dan Syaikh Ibnu Taimiyah di Damsyiq. Yakni bertepatan dengan hari Senin, 8 Rajab 705 H.
Majelis pun dimulai dan syaikh Islam membacakan Aqidah Wasitiyah dari awal. Kemudian terjadi debat terbuka dengan disaksikan Amir. Beliau menjelaskan madzhab salafush sholih dengan gamblang bahwa inilah aqidah ahlus sunnah wal jama’ah yang berdasar kitab, sunnah, dan ijma’ salaf. Beliaupun mendebat para pengikut madzhab. Bahkan beliau lebih mengetahui madzhab mereka melebihi pengetahuan mereka terhadap madzhabnya. Beliau membuat mereka tak berkutik di hadapan amir.
Majelis berikutnya digelar pada 12 Rajab 705 H, dengan dihadiri qodhi empat madzhab dan Shafiyuddin al Hindy. Dia mendebat Ibnu Taimiyah dengan argumentasi yang banyak. Namun diapun tunduk dan tak dapat berkutik dihadapan Ibnu Taimiyah. Beliau mendebat mereka dengan kitab, sunnah, dan atsar salafus sholih. Beliau juga mengajak mereka untuk berpegang teguh dengan madzhab salaf. Beliau menjelaskan bahwa sumber aqidah ini tidaklah dari dirinya sendiri, sebab tidak ada seorangpun yang diperkenankan mensyariatkan sesuatupun tanpa seizin Allah. Kitab tersebut disarikan dari al qur’an, sunnah, dan ijma’ salaf. Majelis inipun berakhir tanpa dapat mereka bantah. Syaikh Islam keluar diiringi manusia dengan membawa lilin mengiringi beliau hingga tiba di rumah.
Majelis ketiga digelar pada 7 Sya’ban 705 H. Mereka berkumpul dan ridho terhadap Aqidah Wasitiyah. Sebagian mereka menguji beliau. Ini semua dilakukan di depan ketua majelis yakni Wakil Sulthon. Allah pun memenangkan kebenaran dan menghilangkan kebatilan.
b. Dengan Kelompok Bathoiyah
Di sini beliau berhadapan dengan kelompok Ahmadiyah al Bathoiyah. Mereka menyelisihi aqidah salaf yang diserukan oleh Syaikh Islam. Mereka menyeru kepada Al Qur’an dan As Sunnah namun amalan mereka merupakan amal syaithoniyah.
Pada hari Sabtu, 9 Jumadil Ula 705 H, mereka mendatangi istana wakil Damsyiq. Mereka meminta kepada wakil sulthon agar menghentikan syaikh Ibnu Taimiyah serta dakwah salafiyahnya. Mendengar hal tersebut manusia berkumpul mengerumuni mereka.
Namun sang amir belum mengabulkan permintaan mereka hingga dia mendatangkan Ibnu Taimiyah. Mendapat panggilan tersebut Ibnu Taimiyah pun menjelaskan bahwa mereka adalah ahli bid’ah. Mereka telah merusak agama kaum muslimin, dan beliau memaparkan apa yang beliau ketahui tentang mereka.
Beliau melarang mereka melakukan bid’ah dan tindakan syaithoniyah seperti masuk ke dalam api. Syaikh islam siap masuk ke dalam api apabila mereka memasukinya. barangsiapa terbakar maka dia mendapatkan laknat Allah. Tapi sebelum masuk ke dalam api beliau mensyaratkan untuk mandi dengan air panas. Namun sebelum masuk syaikh islam mensyaratkan untuk mandi dengan air panas.
Kemudian syaikh merekapun mendatangi amir dan meminta ampunan atas apa yang mereka lakukan di masa lampau. Mereka pun kembali mengikuti kitab dan sunnah, Ibnu Taimiyah pun menerima mereka. Namun ada syaikh sufi lain yang mendebat beliau. Maka beliau pun membuatnya tak berkutik di depan hadirin sehingga dia menyatakan kembali kepada al quran dan sunnah.
Ibnu Taimiyah pun meminta kepada amir untuk memenggal siapapun yang menyelisihi kitab dan sunnah. Maka Amir pun menyampaikan pengumuman tersebut, barangsiapa menyelisihi kitab dan sunnah maka akan dipenggal lehernya. Manusia pun berkata:
فَوَقَعَ الْحَقُّ وَبَطَلَ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ (118) فَغُلِبُوا هُنَالِكَ وَانْقَلَبُوا صَاغِرِينَ (119)
“Karena itu nyatalah yang benar dan batallah yang selalu mereka kerjakan. Maka mereka kalah di tempat itu dan jadilah mereka orang-orang yang hina.” (Al A’rof: 118-119)
c. Sikap Beliau Terhadap Tasawuf
Beliau tidak serta merta menyamakan tasawuf. Beliau membedakan sikap beliau terhadap tasawuf sunni dan tasawuf bid’i. Beliau memuji tasawuf sunni. An dalam menyikapi tasawuf bid’i pun beliau tidak memukul rata. Namun beliau klasifikasikan sesuai dengan kedekatannya dengan sunnah, inti kebid’ahannya.
5. Sikap beliau di dalam penjara
a. Di penjara Qudhot Mesir
Pada 18 syawal 707 beliau mengajari penghuni penjara dan memberi petunjuk serta wejangan dengan metode yang tepat. Sehingga Allah memberi petunjuk kepada sebagian besar mereka melalui perantara beliau.
b. Di penjara Iskandariyah
Pada 1 Rabiul Ula 709 H beliau memasuki penjara tersebut. Beliau memasuki istana luas, di dalamnya terdapat kemungkaran yang sangat besar. Maka lewat beliaulah Allah pun memberi manfaat kepada penduduknya. Beliau menjelaskan kebenaran dan memperingatkan bid’ah dan kemungkaran.
c. Di Qol’ah Damsyiq
Pada 16 Syawal 726 H beliau memasukinya. beliau berkata: “Aku sudah menantikannya. Di dalamnya terdapat kebaikan yang banyak dan maslahat yang besar. Selama di sana beliau banyak tilawah, menulis buku, membantah penentang sunnah, dan menulis masalah ziaroh qubur bid’ah serta menjelaskan ziaroh syar’iyah.
Beliau merupakan dai penuh hikmah di manapun beliau berada. Beliau tidak memperdulikan di mana beliau tinggal selama masih daat menyebarkan ilmu dengan pena dan lisannya. Oleh karenanya beliau berkata: “Apa yang dapat dilakukan musuhku! Sesungguhnya surgaku ada di hatiku. Ke manapun aku pergi dia selalu bersamaku. Apabila aku dipenjara maka itu adalah khalwat, apabila aku dibunuh maka syahadah bagiku, dan apabila aku diusir maka itu merupakan syiyahah.”
d. Menulis dengan arang
Inilah yang menunjukkan kekuatan beliau dalam memperjuangkan kebenaran dan keteguhan beliau menapaki jalan tersebut di akhir hayatnya. Yakni ketika beliau di penjara Qo’ah Damsyiq dengan menulis menggunakan arang.
Pada 9 Jumadil Akhir 728, Ibnu Taimiyah dilarang menggunakan perlengkapan menulis. Seluruh tulisan sebanyak 60 jilid beliau dikirim ke Maktabah Al Adiliyah. Pada saat seperti ini tidak mematahkan semangat beliau dalam menyampaikan kebenaran. Beliau masih tetap menulis walaupun menggunakan arang. Selain itu beliau mampu menghatamkan al qur’an sebanyak 80 kali selama di penjara.
Tak berselang lama dari penjara tersebut beliau meninggal. Yakni pada 20 Dzulqo’dah tahun 728 H.

Dengan karunia Allahlah beliau menapaki jalan penuh hikmah. Beliau bak pelita bagi umat islam di tengah kegelapan. Beliau sebarkan kitab, sunnah, serta berjihad dengan lisan dan tangannya. Beliau mendebat penentang sunnah. Penjara pun tak dapat menghentikan dakwah beliau. Bahkan beliau mampu merubah lingkungan rusak kembali kepada lingkungang sholih. Semoga Allah memberinya balasan dengan sebaik-baiknya.

Referensi:
1. Al Hikmah fi ad da’wah ilallah, Sa’id bin Ali bin Wahf al Qohthony, maktabah Malik Fahd Al Wathoniyah, Cetakan ketiga Syawal 1317 H/ 1997 M.
2. Wajah Dunia Islam Dari Bani Umayyah Hingga Imperialisme Modern, Dr. Muhammad Sayyid al Wakil, pen. Fadhli Bahri, Lc, pustaka Al Kautsar, Cetakan kelima, Juli 2005 M.
3. Thoifah Manshurah Sifat dan Karakternya, Abdul Mun'im Musthafa Halimah, Darul Ilmi, cetakan pertama Jumadits Tsaniyah 1426 H, Juli 2005 H.
4. Takamul Manhaj Ma'rifi 'Inda Ibni Taimiyah, Ibrahim 'Uqaili, Al Ma'had Al Alami Lil Fikri Al Islami, 1994 M/ 1415 M.

Read More..

Bekerja Adalah Ibadah

Ibadah tidaklah sebagaimana yang dipahami oleh kebanyakan manusia, yakni hanya terbatas shalat, zakat, puasa, atau ibadah-ibadah mahdhoh lainnya. Lebih dari itu, apabila bekerja diniatkan sebagai wasilah agar dapat menjalankan perintah-Nya dengan sempurna juga termasuk ibadah.
Karena ibadah sesuai dengan yang dijelaskan oleh Ibnu Taimiyah adalah, “Segala sesuatu yang dicintai oleh Allah berupa perkataan atau perbuatan, baik yang dhohir (nampak) maupun yang batin (tidak nampak).”
Sebagai contoh konkretnya, pada suatu hari Rasulullah  duduk-duduk bersama shahabatnya. Mereka melihat seorang pemuda yang gagah lagi kuat, dia berpagi-pagi dan bersegera pergi ke pasar. Maka para shahabat pun berkata: “Sayang sekali, seandainya saja masa mudanya digunakan di jalan Allah”. Maka Rasulullahpun bersabda: “Janganlah kalian berkata seperti itu, sesungguhnya apabila dia bekerja untuk menghidupi anaknya yang masih kecil maka dia di jalan Allah. Dan apabila dia bekerja untuk menjaga dirinya sendiri (dari meminta-minta) maka dia di jalan Allah. Sedangkan apabila dia bekerja untuk riya’ dan berbangga diri maka itu di jalan syaithan”. Kemudian ada yang bertanya: “Wahai Rasulullah, pekerjaan apa yang paling baik?” Beliau bersabda: “Hasil pekerjaan tangannya dan setiap jual beli yang baik.” (HR. Thabrani dan sanadnya shahih)
Abu Sulaiman Ad Daroni berkata: “Ibadah menurut kami tidaklah sekedar engkau sholat sedangkan orang lain sibuk bekerja untuk menghidupimu. Akan tetapi mulailah dengan memenuhi kebutuhanmu kemudian beribadahlah.”
Umar bin Khattab  juga pernah berkata: “Janganlah salah seorang dari kalian hanya duduk-duduk saja kemudian berdoa, “Ya Allah berikanlah aku rejeki”. Sesungguhnya kalian tahu bahwasanya langit tidak pernah menurunkan hujan emas dan perak.”

Read More..

ARTI SEBUAH KEMENANGAN

Kemenangan seringkali diartikan dengan keunggulan, keberhasilan, dan juga kesuksesan atas lawan. Seorang pembalap dikatakan menang apabila menjadi yang terdepan. Seorang petinju menang apabila dapat meng-K.O. lawannya. Perenang menang bila menajadi yang tercepat. Dan banyak lagi kemenangan-kemenangan yang selalu dikaitkan dengan keunggulan atas lawan.
Namun apakah seperti itu islam memaknai sebuah kemenangan. Setidaknya ada 3 makna kemenangan dalam islam:

1. Tetap dengan komitmennya
2. Allah akan menimpakan siksa batin kepada musuh-musuh islam
3. Apabila mendapatkan kesyahidan
Apakah da’wah nabi Nuh alaihi salam dianggap tidak berhasil karena hanya mendapatkan pengikut belasan orang. Padahal beliau berdakwah selama 950 tahun. Apakah dakwah Rasulullah  di Makkah tidak berhasil karena mendapatkan pengikut puluhan orang. Apakah perang Uhud dikatakan kalah karena banyak kaum muslimin yang memperoleh kesyahidan?
Apabila standart kemenangan hanyalah pada materi maka sangat sedikit sekali orang yang berhasil. Banyak dari mereka yang harus menerima “kegagalan” ketika ajal menjeput, namun kemenangan tak kunjung datang. Oleh karenanya kemenangan tak harus bermakna unggul. Karena hakekat kemenangan adalah:
1. tetap berpegang teguh dengan komitmennya
mereka yang ajal menjelang namun tetap teguh dengan prinsip dan komitmennya tetaplah disebut menang. Karena ujian dan cobaan ketika dia hidup tak mampu merobohkan prinsip yang dia pegang. Bahkan komitmen dan prinsip tersebut diwariskan kepada generasi selanjutnya. Estafet perjuangan tidaklah berhenti hanya karena kehilangan salah seorang pejuangnya. Bahkan akan tumbuh sepuluh, seratus, bahkan seribu pejuangan yang memiliki komitmen dan prinsip seperti dirinya.

Read More..

What The Meaning of The Name

“What’s the meaning of the name”
Itulah sebuah pertanyaan masyhur dalam salah satu drama klasik William Shakespeare, seorang sastrawan dan penulis skenario drama yang sangat dikagumi oleh pecinta seni teater seluruh dunia. Berbeda dengan Hellen Keller, seorang cendikiawati penyandang cacat ganda, tuna netra, tuna rungu, dan tuna wicara. Dia mengalami sendiri betapa penting dan berartinya sebuah nama. Dalam “Everything Has a Name”, ia menulis betapa cakrawala pemikirannya menjadi terbuka saat menyadari bahwa segala sesuatu ada namanya. Lantas bagaimanakah islam nama bagi anak?

Ketika anak terlahir ke dunia maka dia memiliki hak-hak yang harus ditunaikan oleh orangtuanya. Salah satunya adalah diberi nama yang baik. Pemberian nama tersebut disunahkan untuk dilakukan pada hari ketujuh dari kelahirannya. Hal ini berdasar sabda Rasulullah  : “Setiap anak tergadai dengan aqiqahnya yang disembelih pada hari ketujuh, kemudian dicukur rambutnya, dan diberi nama.”
Sesungguhnya nama-nama yang baik akan terpatri dalam jiwa sang anak sejak pertama kali mendengarnya. Dan dengannyalah kelak dia akan dipanggil di hari kiamat. Oleh karenanya Rasulullah  memerintahkan untuk memperbagus nama. Hal ini sebagaimana yang beliau sabdakan :
إِنَّكُمْ تُدْعَوْنَ يَوْمَ اْلقِيَامَةِ بِأَسْمَائِكُمْ وَ أَسْمَاءِ آبَائِكُمْ, فَأَحْسِنُوْا أَسْمَائَكُمْ
“Sesungguhnya kalian pada hari kiamat akan dipanggil dengan nama kalian sendiri dan nama-nama ayah kalian. Maka baguskanlah nama-nama kalian.”
Selain itu, pemberikan nama anak dengan nama-nama yang baik merupakan salah satu syiar islam. Adalah bangsa Arab dahulu memberikan nama anak-anak mereka dengan nama-nama sesembahan mereka. Maka, ketika Allah  mengutus nabi untuk menegakkan pilar-pilar tauhid maka beliau juga mengatur pemberian nama sedemikiaan rupa. Di dalam salah satu sabdanya Rasulullah  mengajarkan kepada umatnya nama yang dicintai Allah. Beliau bersabda:
أَحَبُّ اْلأَسْمَاءِ إِلىَ اللهِ تَعَالىَ عَبْدُ اللهِ وَ عَبْدُ الرَّحْمَنِ
“Nama yang paling dicintai oleh Allah adalah Abdullah dan Abdurrahman”.
Begitu bersemangatnya para shahabat mengamalkan hadits ini sehingga Ibnu Shalah mencatat sekitar 220 orang shahabat yang memiliki Abdullah. Sedangkan Iraqi mengatakan bahwa jumlah keseluruhannya mencapai 300 orang.
Sayangnya tidak banyak orangtua mengetahui hal ini. Satu fenomena di masyarakat, banyak orangtua yang memberi nama dengan seadanya. Kadang mereka mengaitkan dengan hari kelahiran, bulan kelahiran, atau tahun kelahiran. Bahkan ada juga orangtua memberi nama anaknya dengan apa yang terbersit dalam benaknya.
Seringkali pula orangtua memberikan nama dengan nama yang sering berlaku di masyarakat, yang lagi ngetren, atau yang kelihatan kearab-araban. Walaupun nama yang diberikan tidak memiliki makna yang jelas bahkan menyalahi syar’i.

Read More..

Menginstal Windows XP Arabic

Seringkali penulis dimintai bantuan untuk menjadikan windows XP agar dapat untuk menulis arab. Katanya sih, mereka tidak memiliki installer arabicnya. Padahal untuk menginstal Arabic tidak dibutuhkan cd khusus. Cukup dengan cd installer windows biasa hanya perlu merubah setingannya saja. Langsung saja ke tutorial menginstal font arabic di windows XP.
1. Masuk control panel. Untuk masuk control panel ada beberapa cara:
- Start menu > control panel
- Start menu > run > tulis “control”
2. Setelah tiba di control panel cari regional and language options kemudian double click

3. Apabila “Install files for complex script and right-to-left languages (including Thai)” belum tercheck list maka silahkan dichech list, kemudian apply. Apabila meminta CD installer windows maka masukkan dan kemudian restart. Seperti gambar di bawah ini.

4. Setelah restart, silahkan kembali lagi ke “regional and language options” dan tekan Details seperti gambar (kiri) maka akan muncul seperti gambar (kanan).

5. Tekan Add… dan ganti input language dengan Arabic (Saudi Arabia) kemudian tekan OK.

6. Setelah langkah ke lima maka akan tampil seperti ini:

7. Yang terakhir tekan OK, MAKA Windows XP pun sudah dapat digunakan untuk menulis Arabic. Untuk pengaturan Arabic – English silahkan diatur di task bar.
8. Apabila masih belum paham silahkan kirimkan email ke : firmankts@gmail.com atau sms ke: 085725152206

Read More..

Arrahmah.Com - Technology

Arrahmah.Com - International

  © Blogger templates Palm by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP