Atheis Bagaimana Berdakwah Kepada Mereka?

>> Selasa, 23 Juni 2009

Berbicara dakwah maka tidak dapat terlepas dari dai yang menyampaikan dakwah tersebut. Dalam berdakwah, dai bijak haruslah mempelajari serta mengetahui keadaan masyarakat dari segala sisi. Keyakinan, ekonomi, finansial, pendidikan serta strata yang berlaku dalam masyarakat.
Sehingga ketika dalam berdakwah ia pun dapat menempatkan mereka sesuai dengan kondisi sosial mereka. Selain itu dai dapat menyeru mereka sesuai dengan kemampuan akal mereka serta menempatkan fasilitas sarana dan prasarana yang tepat sehingga dapat menunjang keberhasilan dakwahnya. Oleh karenanya Ali bin Abi Tholib berkata:

حَدِّثُوْا النَّاسَ بِمَا يَعْرِفُوْنَ, أَتُحِبُّوْنَ أَنْ يُكَذِّبَ اللهَ وَ رَسُوْلَهُ
"Berbicaralah kepada manusia sesuai dengan kadar pengetahuan mereka. Apakah kalian ingin Allah dan rasul-Nya didustakan?"
Ali bin Abi Tholib memperingatkan para dai agar menyeru manusia sesuai dengan kadar pengetahuan mereka. Sebab apabila akal mereka tidak dapat memahami apa yang disampaikan, maka akan menjadi bumerang bagi dai tersebut. Yakni mereka akan menolak dakwah tersebut. Bukan karena ingin mendustakan Allah dan rasul-Nya, namun karena akal mereka tidak dapat mencernanya.
Pada kesempatan yang lain Abdullah bin Mas'ud juga menasehatkan hal yang senada. Dia berkata:
مَا أَنْتَ بِمُحَدِّثٍ قَوْمًا حَدِيْثًا لاَ تَبْلُغُهُ عُقُوْلهًَُمُ ْإِلاَّ كَانَ لِبَعْضِهِمْ فِتْنَةٌ
"Tidaklah kalian berbicara kepada suatu kaum yang mana akal mereka tidak dapat mencernanya kecuali pasti terjadi fitnah di antara mereka."
Pun, rasulullah n ketika mengutus Mu'adz ke Yaman sebagai dai, qodhi, dan mu'allim di sana beliau bersabda:
إِنَّكَ تَأْتِيْ قَوْمًا أَهْلَ كِتَابٍ
"Sesungguhnya engkau akan mendatangi ahlu kitab"
Rasulullah n menjelaskan kepada Mu'adz tentang keadaan orang-orang Yaman. Beliau menjelaskan bahwa mayoritas penduduknya adalah ahlu kitab. Tentu saja hal itu perlu diketahu oleh Mu'adz. Sehingga mu'adz dapat menentukan metode yang tepat dalam mendakwahi mereka. Sebab berdakwah kepada ahlu kitab berbeda dengan cara berdakwah kepada orang musyrik pada umumnya. Berbeda pula cara berdakwah kepada Atheis, Nasrani, penyembah berhala, penyembah dewa, penganut animisme dan dinamisme, serta penganut agama lainnya.
Mempelajari lingkungan tempat berdakwah merupakan perkara yang sangat penting. Seorang dai membutuhkan pengetahuan tentang keadaan mad'u (objek dakwah). Pengetahuan tersebut meliputi keyakinan, kejiwaan (psikologi), sosial, ekonomi, finansiat, sumber-sumber kesesatan, serta penyimpangan yang terjadi di dalam masyarakat dengan pengetahuan yang baik. Selain itu, bahasa, logat, kebiasaan, serta subhat yang menyebar di masyarakat serta madzhab-madzhab merekapun perlu diketahui.
Seorang dai tidak akan berhasil dalam dakwahnya apabila tidak tepat dalam melakukan tindakan dan perkataan. Laiknya seorang dokter yang memeriksa penyakit pasiennya. Dia harus tahu penyakit pasien dan tepat dalam mendiagnosanya kemudian memberikan obat yang sesuai dengan penyakit yang diderita. Dia harus memperhatikan kebutuhan pasiennya. Apabila memerlukan pembedahan maka dilakukan operasi. Apabila membutuhkan amputasi maka haruslah dipotong anggota badannya tersebut agar penyakit yang diderita tidak menyebar dan menular ke bagian yang lain.
Inilah potret seorang yang yang mampu menentukan prioritas dalam berdakwah. Dia mampu menempatkan amalan apa yang harus dikerjakan dengan segera, apa yang dapat diakhirkan dan ditunda, serta amalan apa yang jangan dikerjakan.

Berdakwah kepada atheis
Atheis merupakan sebutan bagi mereka yang tidak percaya adanya sang pencipta Hingga kini mereka tetap eksis di dunia ini. Padahal kita hidup di masa ketika teknologi dan informasi pesatnya. Masa ketika banyak ditemukan penemuan-penemuan yang menyingkap kebesaran sang pencipta tak terbantahkan lagi. Namun tetap mereka mengingkari adanya Sang Pengatur alam raya dan mengatakan bahwa semua ini terjadi dengan sendirinya. Kehancuran serta kematian merekapun bukan kehendak Sang Pencipta namun karena masa.
Oleh karenanya mereka tidak mengenal selain kehidupan dunia. Hidup hanya mencari kesenangan dunia. Semua hanya untuk memenuhi kebutuhan syahwat. Tidak ada balasan bagi mereka yang berbuat baik dan tak ada siksaan bagi yang berbuat semena-mena. Kehidupan dan kematian berjalan dengan apa adanya.
Andaikata ada seseorang yang berdiri di tepi sungai kemudian dia melihat sebongkah kayu mengalir menghampirinya dan dengan sendirinya kayu tersebut berubah bentuk menjadi perahu dapatkah hal ini dipercaya? Maka sungguh tepat sekali pepatah arab yang mengatakan "Anak onta membuktikan adanya onta (induk)". Bukankah hamparan alam semesta ini menunjukkan sang pencipta? Adakah orang yang berakal masih ragu tentang adanya sang pencipta?
Namun bukan berarti kedudukan mereka tersebut membuat kita berpaling dan meninggalkan serta tidak berdakwah kepada mereka. Hal ini tentu lebih buruk madhorotnya. Lantas siapakah yang akan mendakwahi mereka dan menyeru kepada Islam?

Kedudukan Atheis
Sebelum berdakwah kepada mereka dai perlu mengetahui kedudukan mereka dalam tinjauan syar'i. Setidaknya pengetahuan tersebut dapat menjadi landasan untuk melakukan tindakan.
1. Iblis lebih baik
Iblis adalah makhluk yang dilaknat Allah swt, diusir dari jannah, dan akan menjadi penghuni neraka yang kekal di dalamnya. Bukan karena iblis tidak beriman kepada sang pencipta, namun karena dia menyombongkan diri dan menolak untuk sujud kepada Adam. Dia menyatakan dirinya lebih mulia daripada Adam sehingga enggan untuk bersujud. Hal ini diceritakan Allah dalam firman-Nya:
Sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu (Adam), lalu Kami bentuk tubuhmu, kemudian Kami katakan kepada para malaikat: "Bersujudlah kamu kepada Adam"; maka mereka pun bersujud kecuali iblis. Dia tidak termasuk mereka yang bersujud. Allah berfirman: "Apakah yang menghalangimu untuk bersujud (kepada Adam) di waktu Aku menyuruhmu?" Menjawab iblis: "Saya lebih baik daripadanya: Engkau ciptakan saya dari api sedang dia Engkau ciptakan dari tanah".Allah berfirman: "Turunlah kamu dari surga itu; karena kamu tidak sepatutnya menyombongkan diri di dalamnya, maka ke luarlah, sesungguhnya kamu termasuk orang-orang yang hina". (Al A'rof: 11-15)
Ayat tersebut menceritakan tentang permintaan iblis agar ditangguhkan penyiksaan terhadap dirinya. Dia menyeru "Wahai Rabbku". Di sini iblis menyebut Allah dengan Rabbku. Walaupun dia menolak bersujud kepada Adam namun dia tetap mengakui Allah sebagai rabb. Padahal secara makna rabb adalah pencipta, pemilik, pengatur, yang mendatangkan maslahat, yang memberi rizqi.
Lantas orang-orang atheis tidak mempercayai adanya pencipta. Maka layaklah bagi kita menyebut iblis lebih baik daripada atheis –walaupun keduanya merupakan penghuni neraka-.
2. Orang musyrik masih beriman
Bukan karena tak percaya adanya sang pencipta atau karena durhaka kepada rasul-Nya . namun disebabkan dia menduakan dalam ibadah, merekapun termasuk yang akan menjadi penghuni neraka. Mereka beriman kepada Allah dan mereka mengakui Allahlah yang memberi rizqi. Hal inilah yang difirmankan Allah :
قُلْ مَنْ رَبُّ السَّمَاوَاتِ السَّبْعِ وَرَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ (86) سَيَقُولُونَ لِلَّهِ قُلْ أَفَلَا تَتَّقُونَ (87) (المؤمنون: 86-87)
Katakanlah: "Siapakah Yang Empunya langit yang tujuh dan Yang Empunya 'Arsy yang besar?" Mereka akan menjawab: "Kepunyaan Allah." Katakanlah: "Maka apakah kamu tidak bertakwa?" (Al Mu'minun: 86-87)
Imam at Thobary menafsirkan ayat ini beliau berkata: Allah memerintahkan kepada nabi Muhammad untuk bertanya kepada mereka (orang-orang musyrik): Siapakah Rabb pencipta langit tujuh dan Rabb 'Arsy yang Maha Mengetahui? Tentu mereka akan mengatakan semua itu milik Allah, dan Dialah Rabb penciptanya. Kemudian katakanlah kepada mereka: Apakah kalian tidak takut terhadap balasan-Nya atas kekufuran kalian, pendustaan kalian terhadap kabar-Nya dan kabar rasul-Nya?
Sebab kekufuran mereka adalah karena menjadikan berhala-berhala yang mereka sembah sebagai perantara kepada Allah. Hal ini sebagaimana firman Allah:
أَلَا لِلَّهِ الدِّينُ الْخَالِصُ وَالَّذِينَ اتَّخَذُوا مِنْ دُونِهِ أَوْلِيَاءَ مَا نَعْبُدُهُمْ إِلَّا لِيُقَرِّبُونَا إِلَى اللَّهِ زُلْفَى إِنَّ اللَّهَ يَحْكُمُ بَيْنَهُمْ فِي مَا هُمْ فِيهِ يَخْتَلِفُونَ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي مَنْ هُوَ كَاذِبٌ كَفَّارٌ (3) الزمر : 3
"Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik). Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata): "Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya". Sesungguhnya Allah akan memutuskan di antara mereka tentang apa yang mereka berselisih padanya. Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang pendusta dan sangat ingkar." (Az Zumar: 3)
3. Fir'aun hatinya yakin
Meskipun fir'au mengaku dirinyalah rabb tertinggi sebagaimana difirmankan Allah :
فَقَالَ أَنَا رَبُّكُمُ الْأَعْلَى (النازعات :24)
(Seraya) berkata: "Akulah tuhanmu yang paling tinggi". (An Nazi'at: 24)
Namun pada hakekatnya di dalam hatinya yang dalam dia yakin. Disebabkan kesombongannyalah dia enggan mengucapkan kalimat tauhid.
وَجَحَدُوا بِهَا وَاسْتَيْقَنَتْهَا أَنْفُسُهُمْ ظُلْمًا وَعُلُوًّا فَانْظُرْ كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُفْسِدِينَ (النمل :4)
"Dan mereka mengingkarinya karena kelaliman dan kesombongan (mereka) padahal hati mereka meyakini (kebenaran) nya. Maka perhatikanlah betapa kesudahan orang-orang yang berbuat kebinasaan." (An Naml: 14)
Imam At Thobari menafsirkan ayat ini: "Ketika datang ayat-ayat dari Allah (tofan, belalang, kutu, katak dan darah) dia mengingkarinya dan dia mengatakan itu adalah sihir yang nyata. Padahal di dalam hatinya dia mengetahui dengan yakin bahwa semua ayat-ayat itu datang dari Allah ldisebabkan karena kedholiman dan kesombongan.z
Dibalik tindakan semena-menanya, penindasannya terhadap bani Israel, pembunuhan anak laki-laki yang terlahir dari setiap rahim wanita, serta tindakan kekejian lainnya ternyata menyimpan keyakinan adanya sang pencipta.
Dari pemaparan di atas menunjukkan bahwa kedudukan atheis lebih hina daripada iblis, fir'aun, dan orang-orang musyrik sekalipun. Sebab iblis, fir'aun, dan orang-orang musyrik masih mengakui adanya sang pencipta. Sedangkan atheis mereka menolak dan tidak mempercayainya.

Metode Dakwah Kepada Mereka
Setelah mengetahui bagaimana kedudukan mereka, tentu dalam menyeru mereka memerlukan metode tersendiri. Dibutuhkan seni dalam berdakwah kepada mereka. Setidaknya ada beberapa metode yang dapat digunakan.
1. Dalil Fitriyah
Fitroh adalah keadaan awal manusia diciptakan. Rasulullah n bersabda:
مَا مِنْ مَوْلُوْدٍ إِلاَّ يُوْلَدُ عَلَى اْلفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ كَمَا تَنْتَجُ الْبَهِيْمَةَ بَهِيْمَةً جَمْعَاءَ هَلْ تُحِسُّوْنَ فِيْهَا جَدْعَاءَ؟
"Tidaklah setiap anak yang terlahir kecuali dilahirkan dalam keadaan fitroh. Maka kedua orangtuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi. Sebagaimana binatang ternak yang melahirkan anaknya dalam keadaan sempurna. Apakah kalian mendapatkan dia cacat?
Hikmah berdakwah kepada mereka adalah seorang dai menggunakan dalil-dalil fitriyah. Dia menjelaskan bahwa setiap anak yang terlahir dalam bentuk apapun siap menerima agama, apabila dibiarkan begitu saja maka dia akan condong terhadap apa yang disukai. Dan setiap anak terlahir dengan mengetahi Allah dan menetapkannya sebagai rabb yang berhak disembah.
Maksud fitroh adalah fitroh islam dan selamat dari keyakinan-keyakinan batil serta menerima aqidah shohihah. Sesungguhnya hakekat islam adalah berserah diri hanya kepada Allah semata.
Rasulullah n menjelaskan bahwa selamatnya hati dari cacat laiknya selamatnya badan dari aib. Sedangkan cacat merupakan perkara yang baru –dalam artian setelah dia dilahirkan-. Rasulullah n bersabda:
إِنِّيْ خَلَقْتُ عِبَادِيْ حُنَفَاءَ كُلُّهُمْ وَ إِنَّهُمْ أَتْتْهُمُ الشَّيَاطِيْنُ فَاجْتَالَتْهُمْ عَنْ دِيْنِهِمْ وِ حَرَّمَتْ عَلَيْهِمْ مَا أَحْلَلْتُ لَهُمْ وَ أَمَرَتْهُمْ أَنْ يُشْرِكُوْا بِيْ مَا لَمْ أُنْزِلْ بِهِ سُلْطَانَا
"Sesungguhnya Aku menciptakan hambaku dalam keadaan lurus. Kemudian setan mendatangi mereka dan memalingkan dari agama mereka. (Setan tersebut) mengharamkan apa yang telah Aku halalkan bagi mereka dan memerintahkan untuk menyekutukan-Ku dengan sesuatu yang tidak ku beri kekuasaan."(HR. Muslim dan Ahmad)
Imam nawawi mensyarh hadits ini: manusia diciptakan dalam keadaan fitroh yakni muslim. Ada yang mengatakan mereka suci dari maksiat. Pendapat lain bahwa mereka lurus dan mau menerima hidayah. Namun syaithon menggelincirkan mereka dan menghalangi mereka dari agama mereka.
Ibnu Taimiyah berkata: "Permisalan fitroh dengan kebenaran seperti mata dengan matahari. Maka setiap yang memiliki mata, apabila tidak dihalangi dengan hijab tentu dapat melihat matahari. Sedangkan keyakinan batil seperti yahudi, nasrani, dan majusi seperti hijab (penghalang) yang menghalangi mata untuk melihat matahari. Begitu juga setiap yang memiliki panca indra yang sehat suka terhadap rasa manis. Kecuali apabila terdapat kerusakan dalam jaringannya sehingga mengubah rasa manis terasa pahit.
Bukan berarti ketika dia terlahir dalam keadaan mengenal islam dan meyakini islam dengan amalannya. Sebab Allah berfirman: "Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur." (An Nahl: 78)
Akan tetapi maksudnya adalah fitrohnya untuk mengetahui islam dan mau menerima kebenaran serta menetapkan rububiyatullah. Apabila dia tidak diajari selain islam tentu dia akan menjadikan islam sebagai agamanya.
Allah telah mengabarkan bahwa dia mengeluarkan manusia dari tulang sulbi adam dan meminta persaksian mereka bahwa tidak ada ilah yang berhak disembah: "Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi". (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)" (Al A'rof: 172)
2. Dengan Dalil-Dalil aqliyah
Apabila orang-orang atheis, komunis, dan yang lainnya mengingkari wujud Allah l maka metode dakwah kepada mereka dapat menggunakan metode dalil-dalil aqliyah sebagai berikut:
a. Tiada Kata Kebetulan
Mereka berkeyakinan bahwa semesta ini terjadi dengan sendirinya. Batu-batuan, pohon-pohonan, lautan, danau, sungai, hewan-hewan, dan manusia seuanya merupakan hasil evolusi alam. Tidak ada yang menciptakannya dan mengaturnya, serta tidak ada maksud di balik penciptaannya.
Kepada mereka kita katakan: bagaimana keteraturan yang sempurna ini dapat terjadi dengan sendirina? Dapatkah semua ini terjadi denagn kebetulan? Dapatkah seluruhnya diterima akal? Adakah yang dapat menerangkan seluruh kebetulan ini?
Langit berjalan sesuai dengan porosnya, bulan beredar mengelilingi bumi, satelit-satelit berputa sesuai dengan jalur edarnya, siklus air menguap dan menjadi hujan. Manusia lahir menjadi anak, dewasa, dan mati, serta seluruh keteraturan lainnya dapatkah dikatakan hanya sebuah kebetulan?
Seperti seseorang yang berjalan di jalan raya dengan berjalan kaki, naik motor, mengendarai mobil tanpa ada lampu lalu lintas yang mengaturnya. Dapatkah semua berjalan tanpa terjadi tabrakan atau kekacauan? Tentu saja jawabannya adalah tidak!
Apabila ada seseorang yang membenarkan pernyataan "kebetulan" maka dia pastilah orang yang tidak sehat akalnya. Sebab tidak mungkin mereka yang berakal mengatakan hal tersebut. Allah berfirman: "Berkata rasul-rasul mereka: "Apakah ada keragu-raguan terhadap Allah, Pencipta langit dan bumi? Dia menyeru kamu untuk memberi ampunan kepadamu dari dosa-dosamu dan menangguhkan (siksaan) mu sampai masa yang ditentukan?" Mereka berkata: "Kamu tidak lain hanyalah manusia seperti kami juga. Kamu menghendaki untuk menghalang-halangi (membelokkan) kami dari apa yang selalu disembah nenek moyang kami, karena itu datangkanlah kepada kami bukti yang nyata." (Ibrohim: 10)
Ayat di atas merupakan dalil qoth'I (pasti) tentang adanya Sang Pencipta segala sesuatu. Tiada kata kebetulan dalam keteraturan alami ini.
b. Yang Tidak Ada Tak Dapat Mencipta
Kaidah aqliyah yang selayaknya digunakan oleh dai adalah yang tidak ada tidak dapat mencipta. Maka sesuatu ang tidak ada wujudnya tidak dapat mencipta sesuatu apapun karena tiada ada wujudnya.
Apabila seseorang yang berakal memperhatikan makhluk-makhluk yang ada di sekitarnya, manusia melahirkan, hewan beranak, angin bertiup, hujan turun, gemuruh suara halilintar, pergantian malam dan siang, peredaran matahari, bulan, bintang yang begitu teraturnya. Apabila dia memperhatikan ini semua tentu akalnya akan berkata bahwa ini semua bukan ciptaan dari yang tidak ada. Namun ini diciptakan oleh sang pencipta dari yang maujud (yang ada).
c. Sesuatu Yang Tidak Mempunyai Tidak Memberi
Merupakan hal maklum (yang telah diketahui) bahwa yang tidak memiliki harta tidak akan dimintai sesuatu. Orang yang bodoh tidak akan keluar darinya ilmu. Sebab yang tidak mempunyai sesuatu tidak akan memberi.
Apabila meeka menyangkal bahwa alam inilah yang mencipta sungguh menyelisihi akal. Sebab alam tidak memiliki pengalaman sedangkan yang diciptakan memiliki pengalaman. Alam tidak memiliki keinginan dan mereka memiliki keinginan. Alam tidak memiliki ilmu sedangkan mereka memiliki. Apakah mereka tidak mengetahui bahwa yang tidak memiliki tidak dapat memberi? Apakah mereka tidak memiliki kemampuan tidak akan dapat mencipta sesuatu? Allah berfirman: "Hai manusia, telah dibuat perumpamaan, maka dengarkanlah olehmu perumpamaan itu. Sesungguhnya segala yang kamu seru selain Allah sekali-kali tidak dapat menciptakan seekor lalat pun, walaupun mereka bersatu untuk menciptakannya. Dan jika lalat itu merampas sesuatu dari mereka, tiadalah mereka dapat merebutnya kembali dari lalat itu. Amat lemahlah yang menyembah dan amat lemah (pulalah) yang disembah." (Al Hajj: 73)
Maka sang Kholik (pencipta) haruslah sempurna mutlak dengan memiliki sifat berikut ini:
- Tidak membutuhkan yang lain
- Menjadi yang pertama tanpa ada pendahulunya, dan menjadi yang terakhir tanpa ada yang sesudahnya
- Tidak terbatas ruang lingkup waktunya
- Tidak memiliki batasan tempat
- Mampu melakukan segala sesuatu
- Mengetahui segala sesuatu, yang sudah terjadi, yang akan terjadi, yang belum terjadi, dan apa yang tidak akan terjadi serta bagaimana semua itu terjadi
d. Hukum Klausal (Sebab-Akibat)
Akal yang sehat menyaksikan bahwa sejak manusia membuka matanya maka dia tidak akan menyaksikan suatu kejadian kecuali pasti ada sebabnya. Atau sesuatu terwujud tanpa ada sesuatu yang tidak ada. Tidak ada yang mengakui hal itu kecuali akal yang sakit.
Bahkan orang baduipun mengetahui hukum klausal. Contohnya adalah ketika mereka ditanya tentang dalil adanya Rabb pencipta. Mereka akan menjawab: "Subhanallah, sesungguhnya anak onta menunjukkan keberadaan induk ontanya". Sesungguhnya jejak menunjukkan bekas perjalanan. Langit yang menjulang tinggi, bumi terhampar luas, laut bergelombang, malam gelap gulita, siang terang benderang, bukankah itu menunjukkan adanya Yang Maha Halus lagi Maha Mengetahui?
Setiap makhluk pasti ada penciptanya. Setiap sesuatu pasti akan meninggalkan jejaknya, penemuan yang baru pasti ada yang menemukannya dan ini merupakan qiyas yang benar.
Atas dasar inilah kita mengetahui bahwa bumi, langit, manusia, hewan, matahari, bulan, malam dan siang pasti penciptanya. Dan semua ini tidak ada yang mampu menciptakannya kecuali Allah Yang Maha Kuasa.
e. Ciptaan Menunjukkan Sebagian Sifat Sang Pencipta
Kaidah ini juga dapat digunakan untuk membantah orang-orang atheis. Yakni ciptaan menunjukkan sebagian sifat sang pencipta. Sebab segala sesuatu yang terdapat dalam ciptaan menunjukkan kemampuan, ilmu, serta pengetahuan serta hikmah Sang Pencipta. Dari sini kita mengetahui bahwa berfikir tentang ciptaan menunjukkan sebagian sifat Sang Pencipta.
Apabila mereka tetap mengingkarinya maka kita katakana kepada dia: "Perhatikan dalam penciptaanmu, lihatlah awal penciptaanmu ketika masih berupa air mani kemudian segumpal darah dan menjadi segumpal daging kemudian ada tulang dan daging yang melapisinya hingga menjadi manusia yang sempurna anggota badannya baik yang dhohir (organ luar) dan batin (organ dalam)".
Tidak diragukan seorang yang berakal dan jujur apabila memikirkan hal itu tentu akan menghantarkannya pada pengakuan terhadap kebesaran sang pencipta dan kekuasan-Nya serta hikmah-Nya.
3. Tanda-Tanda Yang Dapat Ditangkap Dengan Panca Indra
Di antara dalil-dalil yang menunjukkan wujud Allah dan rububiyah-Nya bahwa Allahlah yang paling berhak untuk disembah adalah dalil-dalil yang dapat didengar dan dilihat oleh panca indra. Dan dalil ini ada dua macam:
a. Terkabulnya doa di setiap waktu
Tak dapat terhitung berapakah hamba Allah yang dikabulkan doanya. Berapa banyak yang meminta kepada-Nya dan Allah pun mengangkat darinya musibah tersebut. Ini semua merupakan tanda-tanda nyata serta tidak ada yang mengingkarinya kecuali orang-orang yang sombong.
Berapa banyak orang-orang mukmin yang kelaur dengan hati taubat dan meminta kepada Rabb mereka agar menurunkan hujan. Kemudian datang awan kelam disertai mendung yang menaungi desa atau kota di mana mereka orang-orang berdoa di sana dan turunlah hujan. Padahal desa disekitarnya tidak terkena hujan sedikitpun. Berapa banyak pula orang-orang yang terdesak mendapatkan jalan keluar dari masalah mereka. Dan seringkali permintaan tersebut terkabul dengan segera. Allah berfirman:
أَمَّنْ يُجِيبُ الْمُضْطَرَّ إِذَا دَعَاهُ وَيَكْشِفُ السُّوءَ وَيَجْعَلُكُمْ خُلَفَاءَ الأرْضِ أَإِلَهٌ مَعَ اللَّهِ قَلِيلا مَا تَذَكَّرُونَ
"Atau siapakah yang memperkenankan (doa) orang yang dalam kesulitan apabila ia berdoa kepada-Nya, dan yang menghilangkan kesusahan dan yang menjadikan kamu (manusia) sebagai khalifah di bumi? Apakah di samping Allah ada tuhan (yang lain)? Amat sedikitlah kamu mengingati (Nya)." (An Naml: 62)
Ibnu Katsir berkata dalam tafsirnya: "Allah mengingatkan bahwa Dialah yang diseru ketika manusia memiliki kebutuhan yang sangat. Tidak ada seorangpun yang menemui kesusahan kecuali pasti kepada-Nya mereka berdoa."
Hal ini disaksikan oleh jutaan kaum muslimin dan jutaan manusia lainnya di belahan bumi timur dan barat.
Siapakah yang mendengar doa yang meminta pertolongan kemudian mendatangkan pertolongan dan menurunkan hujan? Apaah dia berhala yang tidak dapat melakukan apapun?
Tentunya setiap orang yang menyaksikan semua hakekat ini akan terusik aklanya dan mengakui bahwa ada Rabb Yang Maha Kuasa Maha Melihat Maha Mendengar Maha Pengkabul.
b. Mukjizat
Ini merupakan tanda terbesar yang menunjukkan adanya yang mengutus para rasul. Sebab hal ini merupakan perkara yang di luar kemampuan manusia. Allah memberikannya sebagai penguat para rasul-Nya dan untuk melindungi mereka.
Sebagai contoh adalah Mukjizat nabi Musa as. Ketika Allah memerintahkannya untuk memukul laut dengan tongkatnya. Maka diapun memukulnya dan seketika laut terbelah menjadi dua dan airnya menjulang tinggi bak gunung. Kaum nabi Musa pun dapat melewati laut tersebut dan menyelamatkan diri dari kejaran Fir'aun dan bala tentaranya. Allah berfirman: "Lalu Kami wahyukan kepada Musa: "Pukullah lautan itu dengan tongkatmu". Maka terbelahlah lautan itu dan tiap-tiap belahan adalah seperti gunung yang besar." (Asy Syu'aro: 63)
Mukjizat nabi Isa yang dapat menghidupkan mayat dan mengeluarkannya dari kubur mereka dengan izin Allah, menciptakan burung dari tanah serta menyembuhkan orang buta.(Al Maidah: 110)
Mukjizat nabi Muhammad n yang dapat membelah bulan. Yakni ketika orang-orang quraisy meminta tanda kebenaran kepada beliau. Maka rasulullah n pun menunjuk ke bulan dan terbelahlah menjadi dua. Mereka semua melihat kejadian tersebut dengan nyata. (Al Qomar: 1-2)
Tanda-tanda tersebut merupakan tanda paling nyata yang menunjukkan keberadaan Allah l.
4. Berdebat dengan mereka
Cara ini dapat digunakan untuk mematahkan argumen mereka. Para salaf pun menggunakan cara ini untuk mematahkan argumen mereka. Sebagai contoh adalah kisah Imam Abu Hanifah ketika berdebat dengan orang atheis yang mengingkari eksistensi Allah. Beliau pun bercerita kepada mereka:
"Bagaimana pendapat kalian, jika ada sebuah kapal diberi muatan barang-barang, penuh dengan barang-barang dan beban. Kapal tersebut mengarungi samudera. Gelombangnya kecil, anginya tenang. Akan tetapi setelah kapal sampai di tengah tiba-tiba terjadi badai besar. Anehnya kapal terus berlayar dengan tenang sehingga tiba di tujuan sesuai rencana tanpa goncangan dan berbelok arah, padahal tak ada nahkoda yang mengemudikan dan mengendalikan jalannya kapal. Masuk akalkah cerita ini?
Mereka mengatakan: "Tidak mungkin. Itu adalah sesuatu yang tidak bisa diterima akal, bahkan oleh khayal sekalipun, wahai syeikh." Lalu Abu Hanifah berkata: "Subhanallah, kalian mengingkari adanya kapal yang berlayar sendiri tanpa pengemudi, namun kalian mengakui bahwa alam semesta yang terdiri dari lautan yang membentang, langit yang penuh bintang dan benda-benda langit serta burung yang berterbangan tanpa adanya Pencipta yang sempurna penciptaan-Nya dan mengaturnya dengan cermat?! Celakalah kalian, lantas apa yang membuat kalian ingkar kepada Allah?!
5. Dalil Syar'iyah
Jalan menuju hidayah adalah dengan mengikuti apa yang datang dari Allah dan rasul-Nya. Yakni mengumpulkan dan menggabungkan antara dalil naqli dan dalil aqli. Dalil naqli inilah petunjuk yang paling berpengaruh dalam menunjuki manusia kepada ma'rifatullah dan beriman kepada-Nya. Serta mendorong yang diberi petunjuk untuk beramal guna mensucikan diri serta membawa kepada kebahagiaan di dunia dan di akhirat.
Berbeda dengan dalil aqliyah. Walaupun dapat mengeluarkan seseorang dari kebimbangan dan kebingungan fikiran. Namun tidak dapat membersihkan jiwa, tak dapat meluruskan akhlak, serta tak dapat mengeluarkan seseorang dari kekafiran hingga dia beriman dengan dalil-dalil syar'iyah dan beramal dengan konsekuensinya.
Dan semua kitab samawiyah berbicara bahwa Allah pencipta segala sesuatu. Dan hanya Dialah yang berhak untuk diibadahi. Serta hukum-hukum yang mengandung maslahat untuk kehidupan manusia menunjukkan Dialah Rabb Hakim yang mengetahui semua maslahat hambanya. Semua pengkabaran tentang alam semesta menunjukkan kebenaran-Nya dan menunjukkan bahwa dialah Rabb yang berkuasa untuk menciptakan segala sesuatu yang Dia kabarkan.
Secara ringkas dalil syar'iyah menetapkan wujud Allah. Dialah rabb segala sesuatu, pemiliknya, dan pengatur segala sesuatu di dalamnya. Maka selayaknya ibadah diperuntukkan baginya.
Adapun cara yang digunakan oleh dalil syar'I dalam menetapkan hal itu ada dua:
a. Allah mengajak penglihatan dan hati untuk memikirkan segala ciptaan.
Allah menjelaskan dalam kitab-Nya ayat-ayat kauniyah yang menunjukkan wujud-Nya, kesempurnaan kekuasaan-Nya, keagungan pengaturan di dalamnya, kedetailan ciptaan-Nya. Di antaranya penciptaan manusia, hewan, tumbuhan, angin yang berhembus, pergantian malam dan siang serta ayat-ayat lain yang menunjukkan keagungan Sang Pencipta. Allab berfirman:
إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاخْتِلَافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ وَالْفُلْكِ الَّتِي تَجْرِي فِي الْبَحْرِ بِمَا يَنْفَعُ النَّاسَ وَمَا أَنْزَلَ اللَّهُ مِنَ السَّمَاءِ مِنْ مَاءٍ فَأَحْيَا بِهِ الْأَرْضَ بَعْدَ مَوْتِهَا وَبَثَّ فِيهَا مِنْ كُلِّ دَابَّةٍ وَتَصْرِيفِ الرِّيَاحِ وَالسَّحَابِ الْمُسَخَّرِ بَيْنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ لَآَيَاتٍ لِقَوْمٍ يَعْقِلُونَ (164)
"Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering) -nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; Sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan." (Al Baqoroh: 164)
b. Mukjizat para nabi
Allah menguatkan rasul-Nya dengan mukjizat yang di luar kemampuan akal. Tujuannya adalah untuk menunjukkan kebenaran nubuwatnya, serta menetapkan kerosulannya. Apabila nubuwat atau kenabian seorang rasul telah tetap maka hal itu menunjukkan kebenaran sang pengutus. Sebab pembenaran terhadap utusan menuntut konsekuensi pembenaran terhadap yang mengutus.

Khotimah
Bagaimanapun orang-orang atheis berhak mendapatkan dakwah kita. Bagaimanapun keadaan mereka bukan berarti menjadikan kita berpaling dan tidak berdakwah kepada mereka. Inilah jalan yang dipahami oleh para shalafush shaleh. Begitu juga datang ayat-ayat dan hadits yang menunjukkan tentang metode dakwah kepada mereka. Maka selayaknya bagi setiap dai untuk mempelajarinya sehingga amanah yang dia emban dapat terlaksana dengan semestinya.

Referensi:
- Perangkap setan, Ibnul Jauzy, penerjemah Kathur Suhardi, Al Kautsar, Jakarta, cetakan keenam 2002
- Al Hikmah fie Da'wah Ilallah, Sa'id bin Aly bin Wah al Qohthony, cetakan kedua 1413 H/1992 M
- Jejak Para Tabi'in, Dr. Abdurrahman Ra'fat Basya, Pustaka At Tibyan
- Aqidah Tauhid, Dr. Shalih bin Fauzan bin Abdullah al Fauzan, Muassasah Haramain al Khoiriyah
- Syarh Shohih Muslim, Imam an Nawawi
- Tafsir Ath Thobari
- Tafsir Ibnu Katsir


0 komentar:

Arrahmah.Com - Technology

Arrahmah.Com - International

  © Blogger templates Palm by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP