PARANORMAL (TUKANG RAMAL) PENJUAL AGAMA

>> Senin, 09 Maret 2009

Akhir-akhir ini banyak sekali para tukang ramal atau tukang sihir atau dukun yang mengaku-ngaku sebagai seorang tabib. Ada yang mengaku bisa mengobati berbagai macam penyakit; memberikan jalan keluar bagi orang yang mempunyai masalah baik masalah jodoh, keuangan dan lain-lain. bahkan ada yang mengaku bisa mengetahui masa depan orang lain.

Semua itu dibungkus dengan berbagai macam tipu daya. Sehingga masyarakat menganggapnya sebagai sesuatu yang lumrah dan tidak berpengaruh bagi keimanan seseorang. Bahkan ada sebagian masyarakat yang hampir segala urusannya haruslah mendapat legetimasi dari para tukang ramal yang ia yakini kesaktiannya.
Anak muda banyak yang terobsesi dengan ramalan bintang. Sedang yang tua sangat bergantung dengan primbon dan segala macam yang berbau klenik. ada juga ramalan-ramalan yang dibungkus dengan berbagai hal yang ilmiah sehingga orang yang terjerumus di dalamnya tidak merasa telah jatuh ke dalam hal yang dimurkai oleh Allah .
Mengingat pentingnya hal ini dan juga akibat yang akan didapat oleh orang-orang yang terjerumus di dalamnya. Baik si peramal itu sendiri atau pun orang-orang yang memanfaatan jasa mereka. Maka kami akan sedikit memaparkan hal-hal yang berkaitan dengan hal ini.
Pengertian paranormal (peramal)
Paranormal adalah orang yang dianggap memiliki kemampuan dalam memahami, mengetahui dan mempercayai hal-hal yang tidak dapat dijelaskan secara ilmiah.
Paranormal dalam bahasa arab disebut dengan ‘arraaf atau kahin. ‘arraaf adalah yang mengaku mengetahui kejadian yang telah lewat, yang bisa menunjukkan barang yang dicuri, atau tempat kehilangan suatu barang. Sedangkan kahin adalah orang yang memberitakan hal-hal ghaib yang akan terjadi atau sesuatu yang terkandung di hati.
Syeikhul islam ibnu taimiyah mengatakan bahwa ‘arraaf , kahin, munajjim dan ahli nujum adalah nama yang sama untuk pengertian dua hal di atas.
Imam Ahmad berkata : “al-‘arraaf adalah bagian dari sihir, namun tukang sihir lebih keji.”
Dukun, tukang ramal dan paranormal sama-sama orang yang mengaku mengetahui perkara-perkara yang ghaib. Baik yang lalu atau pun yang akan datang. Mereka mendapatkan kabar-kabar itu dari syetan. Mereka mengatakan, “akan terjadi begini, akan terjadi begitu.” Seolah-olah ia tahu segala hal yang akan terjadi di masa yang akan datang.
Namun ada perkara-perkara yang belum terjadi dan bisa diperkirakan akan terjadi pada saat-saat tertentu. Seperti akan terjadi gerhana, terbit dan tenggelamnya matahari dan semua hal yang bisa diperkirakan dengan menghitungnya. Maka itu semua bukan termasuk dalam perdukunan dan peramalan.

Dalil-dalil yang berkaitan dengan hal ini dan penjelasannya
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ أَتَى عَرَّافًا فَصَدَّقَهُ بِمَا يَقُولُ لَمْ يُقْبَلْ لَهُ صَلَاةٌ أَرْبَعِينَ يَوْمًا

“Barang siapa mendatangi ‘arraaf (tukang ramal) dan menanyakan kepadanya tentang sesuatu tidak dan membenarkannya tidak akan diterima sholatnya selama empat puluh hari.”
Dhohir hadits ini mengatakan bahwa mendatangi tukang ramal, dukun dan sebangsanya, maka shalatnya tidak diterima selama 40 hari. Maka mendatangi dan bertanya kepada tukang ramal, dukun, ataupun para normal bisa dibagi menjadi 4 keadaan.
1. Bertanya kepada mereka tanpa membenarkan. Ini hukumnya haram. Karena pelakunya diancam tidak diterima shalatnya selama 40 hari, dan sesuatu mendatangkan ancaman menunjukkan keharamannya.
2. Bertanya dan membenarkannya. Maka hal ini bisa menjadikan palakunya kafir. Karena ia menyakini bahwa tukang ramal itu mengetahui hal yang ghaib dan otomatis mendustakan Al-Qur’an yang menetapkan bahwa tiada seorang pun yang mengetahui yang ghaib kecuali Allah .
3. Bertanya untuk mengujinya. Hal ini diperbolehkan karena tidak termasuk yang disebutkan dalam hadits di atas.
4. Bertanya untuk mengungkap kebohongan dan kelemahannya. Maka yang demikian sangat dianjurkan bahkan bisa menjadi sebuah keharusan.

]لَمْ يُقْبَلْ لَهُ صَلَاةٌ أَرْبَعِينَ يَوْمًا[
“Tidak diterima shalatnya selama 40 hari”
Inilah keadaan orang yang bertanya kepada tukang ramal atau dukun, jika demikian maka bagaimana keadaan orang yang ditanya?
Imam An-Nawawi berkata: “maksud hadits di atas adalah tiada pahala sholat bagi pelakunya. Jika dia menjalankan sholat maka hal itu hanya menggugurkan kewajibannya untu menjalankan sholat. Dan tidak perlu mengqodho (mengulangi) sholatnya. Hadits ini harus diartikan demikian, karena para ulama bersepakat bahwa orang yang mendatangi tukang ramal tidak harus mengulangi shalatnya selama empat puluh malam. Dalam hadits tersebut ada larangan mendatangi dukun dan sejenisnya.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ وَالْحَسَنِ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ أَتَى كَاهِنًا أَوْ عَرَّافًا فَصَدَّقَهُ بِمَا يَقُولُ فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أُنْزِلَ عَلَى مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Dari abu hurairah dan hasan dari Nabi  berkata: “barang siapa yang mendatangi kahin (dukun) atau ‘arraaf (tukang ramal) dan membenarkan apa yang dikatakannya, sungguh ia telah kafir dengan apa yang diturunkan kepada Muhammad .”
Kafir dengan apa yang diturunkan kepada Nabi Muhammad  berarti ia telah kafir dengan salah satu ayat Al-Qur’an yaitu,
قُلْ لَا يَعْلَمُ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ الْغَيْبَ إِلَّا اللَّهُ
“Katakanlah: "Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang ghaib, kecuali Allah",(Qs. An-Naml : 65)
Sedangkan orang yang kafir dengan salah satu ayat Al-Qur’an berarti ia telah kafir dengan kalam Allah. Dan orang yang kafir dengan kalam Allah berarti kafir dengan Allah .
Maka barang siapa membenarkan seorang dukun bahwa ia memiliki pengetahuan terhadap hal-hal yang ghaib, padahal ia tahu bahwa tidak ada yang mengetahui yang ghaib kecuali Allah maka ia telah masuk dalam kekafiran yang besar yang mengeluarkan pelakunya dari dien. Namun jika itu dikarenakan kebodohannya dan tidak menyakini adanya kebohongan sedikit pun dalam Al-Qur’an maka ia masuk dalam kufrun duna kufrin (kafir yang tidak mengeluarkan pelakunya dari dien).

Mereka para penjual dien
Menurut sebagian ulama’, termasuk Ibnu Taimiyah, dukun, tukang ramal, ahli nujum, dan paranormal adalah mempunyai makna yang sama. Mereka adalah orang yang mengaku mengetahui hal-hal yang ghaib, baik perkara-perkara yang telah lalu atau yang akan datang. Para dukun ini mendapatkan kabar dari para syetan yang mencuri-curi dengar dari langit. Oleh dukun kemudian kabar itu disampaikan kepada manusia. Maka ketika hal itu benar-benar terjadi orang-orang yang lalai menganggap bahwa si dukun tersebut mengetahui perkara-perkara yang ghaib. Maka kemudian setiap perkara yang menimpa mereka selalu dikembalikan kepada si dukun. Padahal dukun-dukun itu pada hakikatnya adalah pendusta. Satu kebenaran yang ia sampaikan selalu dibarengi dengan 100 kebohongan.
Para dukun, tukang ramal dan yang semisal mereka tidak akan terlepas dari dua hal. Meminta bantuan kepada syetan-syetan atau melakukan kebohongan yang sangat besar. Jika mereka meminta bantuan kepada syetan-syetan itu maka ia telah berbuat suatu kesyirikan. Dan jika mereka melakukan kebohongan dengan mengaku mempunyai pengetahuan terhadap perkara-perkara yang ghaib maka hal ini bisa mengeluarkannya dari dienul islam.
Keadaan mereka yang seperti ini tidak jauh berbeda dengan keadaan para tukang sihir yang melakukan praktek-praktek sihirnya dengan bantuan dari syetan. Para tukang sihir itu telah menjual dien mereka dengan praktek-praktek sihir yang dipenuhi kedustaan terhadap ayat-ayat Allah. Maka mereka tidak akan mendapatkan keberuntungan di akhirat kelak disebabkan perbuatannya.
Allah  berfirman,
وَلَقَدْ عَلِمُواْ لَمَنِ اشْتَرَاهُ مَا لَهُ فِي الآخِرَةِ مِنْ خَلاَقٍ
“sesungguhnya mereka telah meyakini bahwa barangsiapa yang menukarnya (kitab Allah) dengan sihir itu, tiadalah baginya keuntungan di akhirat” (Qs. Al-Baqoroh : 102)
Namun yang sangat memprihatinkan, pada saat ini banyak orang yang meremehkan dan tidak peduli dengan perkara ini. Para dukun, tukang ramal dan para pengikutnya bebas berkeliaran di mana-mana dengan sombong karena manusia memuji mereka. Padahal mereka adalah orang yang telah menjual dien mereka dengan harga yang sangat murah.
Kadang para dukun dan tukang ramal ini mengaku bahwa mereka adalah wali Allah dan ilmu yang dimilikinya adalah karomah. Tidak diragukan lagi bahwa orang yang mengaku sebagai wali yang berdalil dengan keghaiban yang ia beritakan, maka ia adalah wali syetan dan bukan wali Allah. Karena sesungguhnya karomah adalah sesuatu yang Allah anugerahkan kepada hamba-Nya yang bertakwa, bisa dengan doa atau dengan amal shalih, bukan hasil buatan wali itu sendiri dan bukan dengan kehendaknya. Lain halnya dengan orang yang mengaku wali Allah dan berkata kepada orang-orang, “ketahuilah bahwa saya adalah orang yang mengetahui sesuatu yang ghaib”, karena hal-hal seperti ini terkadang dihasilkan melalui sebab-sebab yang telah disebutkan dan sebab-sebab itu adalah sesuatu yang haram dan bohong.
Dan lebih parahnya lagi, manusia telah telah tertipu dengan perbuatan mereka yang dibumbui dengan berbagai macam kebohongan. Bahkan banyak sekali iklan-iklan komersil yang telah berani mempromosikan mereka dan praktek perdukunannya. Baik di media elektronik atau pun media cetak. Sungguh ini merupakan tolong-menolong dalam kejahatan dan kekufuran.

Kesimpulan
1. tidak akan berkumpul antara membenarkan para dukun dan tukang ramal dengan iman terhadap Al-Qur’an. Diambil dari sabda Rasul : “barang siapa mendatangi dukun dan membenarkan apa yang dikatakannya maka ia telah kafir terhadap apa yang diturunkan kepada Muhammad .” Sedangkan mendustakan Al-Qur’an adalah kekufuran yang paling besar.
2. sudah jelas bahwasannya mendatangi para dukun dan tukang ramal adalah perbuatan kufur. Diambil dari sabda beliau : “maka telah kafir terhadap apa yang diturunkan kepada muhammad .”
3. perbedaan ulama dalam mamaknai kahin dan ‘arraaf.
a. pendapat pertama : ‘arraaf adalah kahin, yaitu orang yang memberi kabar tentang perkara-perkara ghaib yang akan terjadi. Dua kata ini adalah sinonim dan tidak ada perbedaan di antara keduanya.
b. Pendapat kedua: ‘arraaf adalah orang yang biasa dimintai petunjuk untuk mengetahui perkara-perkara yang telah terjadi dan juga dimintai petunjuk tentang barang-barang yang hilang dan tempatnya. Maka ‘arraaf lebih umum dari kahin, karena ia mencakup kahin.
c. Pendapat ketiga: ‘arraaf adalah yang mengabarkan hal-hal yang tersembunyi. Sedangkan kahin adalah yang mengabarkan hal-hal yang ghaib di masa yang akan datang.
Maka bisa ditarik kesimpulan dari pendapat-pendapat di atas bahwa ‘arraaf adalah kahin. Atau ‘arraaf lebih umum dari kahin. Atau ‘arraaf khusus untuk masalah yang telah lalu dan Kahin khusus masalah yang akan datang. Wallahu a’lam

Maraji’:
1. Al Qur’an Al Karim Dan Terjemahannya, Depag
2. Al-Qulul Mufid syarh Kitabut-Tauhid, Muhammad Bin Sholih Al-Utsaimin, cetakan pertama th. 2004, Darul Aqidah, Cairo.
3. Taisir Al-Aziz Al-Hamid,
4. Fathul Majid,
5. fathul Majid Penjelasan Kitab Tauhid (Membersihkan Akidah Dari Racun Syirik), Syaikh Abdurrahman Hasan Alu Syaikh, cetakan kesebelas thn 2007, Pustaka Azzam, Jakarta.
6. Kamus Besar Bahasa Indonesia

0 komentar:

Arrahmah.Com - Technology

Arrahmah.Com - International

  © Blogger templates Palm by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP